Di Bawah Langit Agustus (Part 2)

Baca Juga :
    Judul Cerpen Di Bawah Langit Agustus (Part 2)

    Home 100 Cerpen Terbaru Cerpen Pilihan Cerpen of The Month Top Authors Film Cerpenmu Kirim Cerpen Kontak Kami
    Di Bawah Langit Agustus (Part 2)

    Judul Cerpen Di Bawah Langit Agustus (Part 2)
    Cerpen Karangan: Nilam
    Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Cinta Islami, Cerpen Pengalaman Pribadi
    Lolos moderasi pada: 27 February 2017

    Aku dekat dengan lelaki lain namun aku tak bisa memberi hatiku untuknya, niatku untuk melupakan malah aku mengecewakan orang lain. 11 April 2016, tepat hari dimana aku kehilangan kakak pertama bapakku. Display pictures BBMku terpampang wajah seorang lelaki yang sebaya denganku bahkan 6 bulan lebih muda dariku, lelaki yang kupanggil “Ian”. Siang itu tiba-tiba dia mengirim pesan di BBM setelah aku membuat status “Rest in Peace, kita sekeluarga InsyaAllah ikhlas :’)”. “siapa?” kata dia, maksudnya siapa yang meninggal. Aku chatting sama dia sampai akhirnya aku tak membalas. Aku canggung saat itu, terpampang foto lelaki lain padahal aku saja masih belum move on darinya dan Ian itu memang bukan siapa-siapa aku, aku memasang fotonya pun hanya untuk seru-seruan dan aku memang sedang dekat dengan dia meski tak lama setelah itu kami bertengkar hebat. Dan pada akhirnya aku sadar mencoba jatuh cinta pada orang yang salah itu move on yang gagal.

    April, Mei, Juni, Juli, dan pada akhirnya Agustus telah datang. 29 hari mengumpulkan keberanian. Ya, awalnya aku kira di 29 hari yang tersisa aku dapat mengumpulkan keberanian dengan matang namun di hari pertama bulan Agustus pertahananku telah dihancurkannya. 13 Juli 2016, aku memesan jam tangan di olshop. Jam tersebut bukan untukku melainkan untuk dia, untuk ulang tahunnya nanti 30 Agustus. Aku juga tak tahu kenapa aku masih saja memikirkannya, aku ingin memberinya hadiah sekalipun aku tak tahu bagaimana cara memberinya. Moment ini yang mungkin akan jadi unfogettable moment, moment dimana karirku sebagai secret admirer kian menaikkan levelnya.

    Di bawah langit Agustus, ini adalah kisahku selama satu bulan untuk melakukan misi terakhirku. Bulan dimana hatiku diuji, patah berkali-kali, dan aku yang dibasahi oleh air mata.

    Satu Agustus 2016.
    Hari senin yang menjadi MON-ster DAY, hari itu aku mengambil cuti kerja. Aku memainkan hp-ku dan membuka akun line. Aku membuat status “29 hari mengumpulkan keberanian, mungkin menjadi keberanian terakhirku mencintaimu setelah itu aku akan memberanikan diri untuk meninggalkanmu”, lalu aku membuka whatsapp, aku sedang lihat-lihat kontak dan aku seperti mendapat sambaran petir entah darimana asalnya. Mataku tertuju pada salah satu nama di kontakku, kontak yang selalu aku tunggu-tunggu pesannya meski untuk sekedar say hi. Sungguh betapa terkejutnya diriku hingga aku meneteskan air mata. Dia yang satu tahun ini aku sayangi dengan tulus, yang selalu aku rindukan, yang selalu menjadi doa yang aku aminkan, yang aku curhatkan di sepertiga terakhir malamku, yang aku yakinkan di shalat dhuha-ku, yang menjadi rutinitas doa di shalat fardhuku bahkan yang aku pilih di istikharahku. Untuk pertama kalinya dia menulis nama seorang ukhti di status whatsappnya. Aku kaget ketika aku lihat “Nisa’s” terpajang di statusnya. Saat itu aku merasa orang yang tersakiti namun tak dapat menyalahkan siapapun termasuk dia atau perempuan itu, menjadi haknya untuk dekat dengan siapapun karena aku hanyalah seseorang yang mengaguminya dari kejauhan, bahkan jauh dari hatinya.

    Sewajarnya orang yang sedang patah hati, aku menangis terisak sampai akhirnya aku sadar, ini adalah salah satu jawaban Tuhan atas do’aku “Jika memang tidak berjodoh jauhkanlah aku dengannya, berikan aku kelapangan hati untuk mengikhlaskan”. Dan selang beberapa menit aku hapus status yang aku posting di line, aku takut dia membacanya walau kurasa dia sering membaca timelineku yang tak lain tentang dia. Dan aku kembali meyakinkan diriku bahwa apa yang aku lihat nyata adanya atau mataku tak mulai rabun. Ternyata memang ini sudah jalannya, keberanianku lebih cepat dari yang aku kira, aku harus berani meninggalkannya di hari pertama setelah begitu lama aku menunda.

    Hatiku patah berkali-kali, tahu kenapa? Dia mengganti statusnya 2 hari sebelum hari itu, dan kau tahu? 2 hari sebelumnya adalah hari dimana aku menemukan sajadah untuknya, sajadah yang harus kubeli hingga 2 kali. Niatku memberinya sajadah dan jam tangan. Mungkin di antara kalian sudah bisa menebak apa makna yang terkandung. Iya, aku ingin bagaimanapun kesibukannya, iya tak boleh lupa kepada yang menciptakannya. Perihal sajadah, aku berniat untuk mencari warna merah kombinasi hitam, warna yang sama seperti kemejanya dalam foto yang sempat menjadi home screen hp-ku.

    Sabtu itu aku pergi di bawah langit yang cerah dan teriknya matahari, aku lelah. Mencari-cari sajadah yang aku cari tak kunjung datang, sajadah dengan bahan yang dapat dibawa kemana-kemana. Ah ketemu juga! Namun tak seperti yang aku inginkan, tak ada warna yang aku cari namun saking lelahnya diriku, aku membeli yang menurutku bagus saja yang penting bahannya sesuai. Aku mencoba mencari mukena. Niat awalku, aku ingin menghadiahkan adiknya mukena. Entah darimana keinginan itu. Namun aku urungkan, selain tidak dapat, aku juga bingung bagaimana memberinya, toh aku saja tak tahu bagaimana kado untuk kakaknya bisa sampai. Di saat aku mencoba mencari mukena, aku menemukan sajadah yang aku inginkan. Ah sial! Sajadah merah kombinasi hitam, dan apa yang terjadi? Iya, aku membelinya juga. Kadang aku suka terkekeh sendiri jika mengingatnya. Betapa niatnya diriku padahal dia bukan siapa-siapa. Refleksku yaitu aku membuat status di BBM “Mungkin ini caraMu cemburu padaku” ada juga kutulis kutipan dari novel Boy Chandra “Ketika aku tak lagi bisa mengumpulkan keberanian untuk mencintaimu, aku akan mengumpulkan keberanian untuk meninggalkanmu”. Aku tersadar, mungkin Allah sedang cemburu padaku karena aku lebih mencintainya daripada Dia, mungkin Allah sedang cemburu karena disetiap shalatku masih terbayang wajahnya. By the way, novel Boy Chandra yang berjudul Catatan Pendek Untuk Cerita yang Panjang itu novel pemberian Leni sebagai kado ulangtahun, dan tepat aku membuka novelnya di bagian judul “Mengumpulkan Keberanian”, aku kira maksudnya mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan namun ternyata sebagai pertanda bahwa aku memang harus berhenti menyayanginya.

    Masih di tanggal satu Agustus, siang itu aku ke Indomaret untuk belanja bulanan dan aku tidak membawa handphone. Tibanya aku di rumah ada panggilan tidak terjawab dari kantor yang sudah kuduga pasti Leni. Sekitar pukul tiga sore, dia meneleponku lagi dan aku jawab. Dia menanyakan bagaimana keadaanku yang pasti dia tahu sedang tidak baik-baik saja. Dia mencoba menghiburku, dan yang buat aku geli ketika dia bilang “Mungkin aja Nisa itu singkatan Nilam sayang atau enggak Nilam Agus tapi s sama a nya kebalik”. Ya Tuhan…. bagaimana bisa dia berpikir seperti itu hahahahaha. Namun jika boleh jujur, aku saat itu memang rapuh namun sebagian diriku memaksaku tuk tegar, dan aku masih belum mempercayai bahwa dia sudah pacar, sampai hari itu dia masih jadi do’a ku. Hingga esoknya..

    Dua Agustus 2016.
    Tiba aku di kantor, Leni langsung bertanya bagaimana keadaanku. Ya, aku baik-baik saja, kali ini aku tak berbohong. Meskipun aku bingung bagaimana kado ini sampai di tangannya, apakah aku tak terkesan tak tahu diri bila masih ingin memberinya kado meski aku tahu kini dia punya perempuan yang disayanginya selain Mama dan Adiknya. Sebelumnya aku bertanya sama Leni “Ini kado mau digimanain, dia udah punya pacar, gua buang aja kali ya, gua gak mungkin simpen ini”, dan Leni menjawab “Ya gak gimana-gimana, kasih aja. Lo kan emang udah niat ngasih bukan dengan maksud setelah lo kasih ini dia bakal luluh hatinya kan”. Ah, aku bingung! Aku coba untuk melupakan masalah kado, yang terpenting saat itu adalah bagaimana aku menenangkan hatiku sendiri. Namun hatiku dibuat patah lagi olehnya, entah patah yang keberapa kali. Malam itu, sekitar jam 7 malam (seingatku) aku membuka whatsaap dan aku melihat-lihat kontak. Bukan, bukan aku yang memang kepo namun aku memang suka melihat-lihat apa yang ada di kontakku entah teman-temanku mengganti foto atau status. Terlihat ada yang berbeda di kontak dia “lagi”. Iya dia mengganti statusnya menjadi “AnnisaRossdiena”. Yang aku lakukan saat itu? Aku capture kontak dia dan aku kirim ke Leni dan Fifi, ya mereka dua sahabatku. Dan aku langsung buka twitter, aku cari akunnya hingga ketemu akun instagramnya dan aku lihat postingannya. Yang aku pikirkan saat itu? Aku lega, aku bersyukur. Aku bersyukur karena orang yang aku sayangi mendapatkan perempuan baik dan In sha Allah Sholehah. Aku sangat senang ketika aku mengetahui bahwa perempuan yang beruntung itu menggunakan hijab. Dan ketika aku lihat lagi foto lainnya, terlihat dia orang yang pintar dari captionnya. Alhamdulillah. Memang seperti itu perempuan yang seharusnya dia dapatkan. Aku banyak menemukan info-info tentang perempuan itu, ternyata mereka berdua satu almamater. Sama-sama bekerja di Jakarta meski beda tempat. Aku tak tahu ada apa dengan angka 2, aku melihat statusnya itu dibuat 2 jam lalu. Tanggal 2 di 2 jam lalu di umurku 20. Ah! Sungguh aku menyukai angka 2 namun kali ini aku dibuat gila dengan angka 2. Perihal yang aku cari akun itu benar perempuan itu atau tidak, aku sangat yakin itu dia. Ternyata memang benar dia. Setelah hari itu….

    Enam Agustus 2016
    Tepat malam minggu, sebelumnya ada perbincangan aku dengan Leni “Gue malam minggu mau main dong” kataku. “Kemana?” balasnya. “Ke rumah anggi nonton korea hahaha” kataku lagi. Dia menjawab “Iyalah orang mh kalo malem minggu berdua sama pacarnya” sindir dia. Aku mengerti maksudnya bukan ke aku tapi tentang “dia” dan “perempuan itu”. Yaa tapi benar kejadian. Malam itu aku ke rumah anggi, aku membawa handphone, dataku pun on namun aku jarang melihat handphone. Hanya sesekali membuka BBM dan merefresh recent updates dan scroll down sebentar. Sehabis pulang dari rumah Anggi, aku main handphone dan buka BBM, aku lihat ru. Entah hatiku patah atau apa, namun kuyakini aku tak sakit melihatnya. Aku melihat salah seorang dari kontakku mengganti foto dengan pacarnya yang memakai hijab pink, Ya orang itu “dia”, di ru paling atas setelah aku refresh. Aku spontan langsung like fotonya dan aku capture dan aku kirim ke Leni dan Fifi. Kata Leni “Ini persis kaya Mirda dulu, sakit gak lam?”, dan aku membalas “Enggak kok biasa aja, itu kan artinya gak ada hati yang lagi dia jaga selain cewek itu lagian udah gue bilang mungkin ini cara Allah jawab doa gue kalo emang gak jodoh jauhkan beri kelapangan hati untuk ikhlas”, dan mungkin emang iya, aku pun tak melihat wajahnya di istikharahku yang kulakukan 7 malam itu. Aku selalu sempatkan waktu di sepertiga malamku untuk solat, dan ketika idul fitri pun dia orang yang pertama kali aku ucapkan di waktu tahajudku. Saat idul fitri aku memposting di LINE, mungkin dia sadar kalau itu buat dia, malamnya dia kirim pesan ke aku mengucapkan selamat idul fitri, aku emang sengaja gak mau chat duluan. Dan seninnya dia mengganti foto whatsappnya dengan foto bersama perempuan itu dengan gaya yang berbeda.

    Dua hari setelah itu, aku coba lihat lagi akun instagram cewek itu dan diprotect, entah sejak kapan, aku rasa karena aku like Display Picture dia dan dia suruh cewek itu protect akun, kemungkinan besar seperti itu. Hari-hariku selama Agustus berjalan tak ada yang istimewa, bulan yang awalnya aku tunggu-tunggu menjadi bulan yang sangat ingin aku cepatkan berlalu. Bahkan keinginanku untuk memberinya kado pun hilang gitu saja, tak ada hasrat namun Leni yang mengomporiku. Aku juga bingung bagaimana kasihnya. Bilang sama orangnya langsung pasti nolak, kirim ke rumahnya gak tau alamatnya, bahkan aku gak kenal sama sekali dengan temannya. Namun aku mencoba untuk mencari tahu lewat twitter adiknya karena twitter dia sekarang digembok, karena tahu aku suka stalking mungkin. Aku tak menemukan alamatnya namun aku menemukan petunjuk. Ada satu mention adiknya dengan seorang cowok yang kuingat dia adalah kakak kelasku ketika SMP “itu kan bocah RT 6 banyak hahaha”. Aku menyimpulkan alamatnya itu RT 6. Lalu aku stalking twitter teman adiknya itu, syukurlah ada postingannya yang upload foto SIM C, tertera RT 3/2. Aku menyimpulkan alamatnya RT 6/2. Setidaknya aku sudah lega mempunyai beberapa kemungkinan. Ketika aku pulang kerja, aku memastikan apa benar jalan yang pernah dia lewati itu benar RW 2 atau bukan, dan ternyata di gapura terpanjang tulisan RW 02, ah senangnya, semakin dekat dengan tujuan. Yang menjadi permasalahannya bagaimana mengetahui alamat pastinya. Sebenarnya aku ingat-ingat lupa, ketika aku jenguk dia di RS, aku sempat bertanya rumahnya di mana, Ah aku harus mengandalkan ingatanku setahun lalu. Dan aku takut salah dengar waktu itu. Yang aku ingat, dia tinggal di perumahan yang letaknya setelah kuburan dan sebelum rumah susun dan perumahannya bukan perumahan yang pernah aku tanyakan ke dia. Bahkan aku tak yakin apa benar yang aku dengar itu “perumahan”. Hingga saatnya aku benar-benar merasa secret admirer.

    Cerpen Karangan: Nilam

    Artikel Terkait

    Di Bawah Langit Agustus (Part 2)
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email