Judul Cerpen Di Bawah Langit Agustus (Part 3)
Dua puluh enam Agustus 2016
Jum’at sore itu seusai pulang kerja, aku dan Leni bergegas mencari alamatnya dengan informasi seadanya. Aku pulang ke rumah dahulu menaruh motor dan kami mengendarai motor Leni, karena aku takut dia mengenaliku karena dia tahu motorku. Aku memakai jaket dan masker agar dia tak mengenaliku. Tiba di gapura RW 02, kami mencari RT 06. Ah ketemu! Namun sayangnya RT 6/2 itu bukan seperti letak perumahan yang aku kira. Akhirnya kami mencari perumahan itu, Sampai! Aku masih ragu kalau itu benar atau bukan, namun Leni bilang “yang tadi kita cari RT 6 kan? Itu juga RT 6”. Ah iya gapura perumahannya bertuliskan RT 6 RW 5. Kami terus berjalan untuk memastikan apa benar di depan jalan rumah susun atau bukan dan ternyata benar. Di depan perumahan itu kami bingung. FYI, kami sudah mendiskusikan ini sebelumnya. Kami kan menyimpulkan dia tinggal di Perumahan jadi sebenarnya lebih mudah untuk menanyakannya pada satpam. Ya, akhirnya kami menanyakan pada satpam namun kami mencari bukan atas nama dia melainkan adiknya, ya dengan pasti aku juga punya informasi tentang adiknya. Yang bertanya Leni karena aku takut. -Di pos satpam-
“pak mau tanya, rumahnya Pipit yang mana ya?”, Leni.
“emang RT berapa?” Satpam
“maka itu pak kita gak tahu berapanya” Leni
“Pipit yang kuliah di fotografi?” satpam satunya lagi
“Nah iya pak” kataku
“Ikutin jalan aja nanti ada gerbang lurus mentok belok kanan, tanya aja rumahnya pak Cecep”
“Rumahnya yang mananya pak?” kataku
“nanti tanya aja rumahnya pak Cecep”
“Oh ya udah makasih ya pak”
Kami mengikuti petunjuk jalan dari pak satpam tersebut. Mentok belok kanan, setelah itu kami bingung harus ke mana, rumahnya yang mana, nanya sama siapa. Ketika aku melewati rumah bercat tembok biru, firasatku itu rumahnya dia karena di luar ada bangku seperti yang di dalam foto adiknya. Namun kami akhirnya belok kanan entah itu ke mana. Kami berhenti. Ada anak kecil dan aku bertanya padanya
“dek tahu rumahnya pak Cecep?” kataku
“Pak Cecep yang mana? Yang jualan apa yang warnet”
Ah sial, aku tak tahu menau soal yang ini.
“yang punya anak cewek yang mana?
“Yang itu (nunjuk ke arah kanannya)”
“nah itu rumahnya yang mana?”
“oh iya iya, (dia hendak ingin memberi tahu kami jalannya)”
“eh sini sini dek, kasih tahu aja yang mana rumahnya”
“Yang rumah tingkat warna biru lagi direnovasi”
“Oh ya udah makasih ya dek”
Ah ternyata benar rumah yang aku duga. Rasanya saat itu warga setempat mencurigai kami terlihat dari tatapan mereka. Aku bilang sama Leni lihat nomor rumahnya. Aku bawa motor pelan-pelan, aku melihat seberang rumahnya itu nomor 10 dan pas aku lihat rumah dia malah tidak ada plat rumah, mungkin karena lagi di renovasi. Aku sama Leni menduga kalau rumahnya itu No 11. Dan pas sampai di pertigaan yang aku bilang mentok belok kanan, kami bertemu lagi sama ibu-ibu yang sedang ngobrol di warung, kami memang tidak bertanya padanya, Ibu itu bilang gini.
“Mau kemana sih neng daritadi, nanya orang mh” dengan nada yang ngeselin.
“Udah kok, bu” Kata Leni.
Dan aku lupa kalau itu perumahan, aku tak tahu bloknya
Sialnya aku ketemu anak kecil itu lagi, dia bilang “Lah itu kan yang tadi”
Ah malu sekali. Kata Leni blok D, namun kataku blok E karena aku lihat blok D sebelum gerbang. Okay kami memutuskan untuk pulang, karena dipikir yang penting udah tau rumahnya. Aku ambil arah yang berbeda dari kami pergi, namun di perjalanan aku bilang gini sama Leni “nama perumahannya apa? Gue lupa cuma inget indahnya doang”, Leni menjawab “Lah gue gak perhatiin, ya udah balik lagi aja”. Akhirnya aku putar balik. Ya! Setelah aku mengingatnya kami langsung pulang, sepanjang jalan aku bingung bagaimana aku mengirimnya, aku gak tahu alamat pastinya, belum tentu juga RT nya benar, toh Pak Satpam itu nanya RT berapa, berarti kemungkinan ada beberapa RT, tidak tahu Blok dan Nomornya juga, Gak mungkin kalau kirim pakai JNE dengan alamat gak lengkap gitu. Kalau mau pakai Go-send berarti nanti ketahuan kalau dari aku kan kalau pakai JNE aku bisa manipulasi nama pengirimnya. Aku bilang sama Leni aku akan cari tahu lagi alamat lengkapnya dengan waktu yang mepet.
“Kalau mau cari tahu lagi harus jalan kaki, celingak celinguk juga enak kan bisa sepik main hp” Kata Leni
“Berarti nanti motornya ditinggal dong” Kataku
“Ah gue tahu, mau gak mau kita harus kaya cabe-cabean bonceng tiga”
“Tapi kapan, yaudah deh”
Ah kenapa aku bisa seceroboh itu. Jujur, aku malas sekali untuk mencari tahunya kembali, rasanya aku ingin cepat-cepat hal ini berlalu. Saran Leni memang satu-satunya saran yang tepat, pakai jasa Go-send dan kasih tahu jalannya dan tak lupa mengganti nama pengirimnya. Leni pun menyarankan aku memakai nama Aan. Ada sedikit perdebatan soal ini.
“Tapi kan kalo pakai Go-send ketahuan yang ngirim gue” kataku
“Ya kan tinggal ganti aja” Balas Leni
“emang bisa?”
“Bisa kayanya”
“Terus gue ganti jadi siapa?”
“Aan aja”
“Ih kok Aan, masa nama cowok”
“Aan cewek ish, tetangga gue namanya Aan”
“temen gue Aan tapi cowok”
“ya udah kan Aan, Agus and Nilam hahaha”
“Sue lu”
“Lagian juga nama cewek yang sama Mirda namanya Aan (ini lupa, aandriani mungkin) hahaha”
“Hahaha najong banget lu, inget banget sama itu cewek hahahaha, terus nanti nama barangnya apa? Gak mungkin gue bilang kado”
“Ya udah charger laptop atau gak sparepart aja”
“Ngaco lu”
“Ya udah bilang aja baju”
Singkatnya seperti itu percakapan aku dengan Leni. Hari senin aku membawa kadonya dan kertas kado, yaaa untuk dibungkus oleh Leni karena aku gak bisa bungkus kado. Kalo diingat kadonya bukan seperti kado tapi seperti paketan bom. Lapisan pertama dibungkus dengan kertas kado batik, lapisan kedua kertas kado terbalik dan ketiga dengan kalender. Ya inginnya aku saat itu, agar tidak ketahuan kalau itu kado jadi pakai kalender namun akan terlihat bahwa itu kado ketika lapisan terakhir. Nah ini yang membuat seperti paket bom, kadonya dilapisi dengan solasi coklat di keseluruhan, aku dibuat geleng.
“Kan kata lu biar gak ketahuan, ya udah disolasiin aja lagian biar gak bikin repot abang gojeknya kalo hujan” Kata Leni.
Tiga puluh Agustus 2016
24 tahun sudah dia bernafas di dunia ini. Anak ketiga dari 4 bersaudara. Laki-laki yang hampir setiap hari pulang-pergi Depok-Jakarta. Laki-laki yang kini masih menjadi doaku dengan doa yang sudah berbeda. Kamu mau tahu apa doaku? Ya, aku mengubah doaku “Jika memang dia jodohku dekatkanlah jadikan aku sebagai penyempurna agama untuknya, jika memang tidak jauhkanlah beri aku kelapangan hati untuk mengikhlaskan” menjadi “Aku ikhlas jika dia memang bukan jodohku, berikanlah dia kebahagiaan dengan siapapun dia bersama”. Naif bukan? Tapi itulah kenaifan yang selalu aku lakukan. Dan semoga aku dan dia menjadi tetangga syurga. Hari itu, akhirnya aku melakukan niatku. Sebelum jam 7 pagi aku sudah rapih, aku melakukan order Go-send. Ah kesialan apa ini. 5 Menit aku menunggu namun tak ada juga yang menerima orderku. Aku ulangi namun tak ada hasil juga. Aku takut telat kerja dan aku takut jika memang harus aku yang memberinya langsung. Namun akhirnya di orderku yang ketiga ada yang menerima orderku juga. Aku pun berangkat, pas banget ketika aku sampai gang, drivernya juga sampai. Aku jelasin arah ke rumahnya. Aku bilang “nanti bapak dari depan perumahannya ikutin jalan aja, ada gerbang, lurus mentok belok kanan. Bapak tanya aja rumahnya Bapak Cecep, rumahnya di sebelah kanan gak jauh dari belokan warna biru yang lagi direnovasi, kalo gak bapak tanya aja satpam bilang Agus Mulyadi yang kerja di Telkom, anaknya Bapak Cecep”. Sahut driver itu “tadi bapak siapa?”, kataku “Bapak Cecep”. Aku pergi dengan perasaan yang was-was. Sesampai di kantor, aku cek orderku dan completed, huh lega. Hari itu aku lalui seperti biasanya, sesekali aku liat whatsapp nya untuk memastikan dia sedang sibuk atau tidak, baru dilihat ternyata, jam 9 malam saat itu. Sudah jam 9 malam namun tak kunjung ada pesan darinya, seharusnya dia sudah di rumah. Ah, bukan maksudku ingin dapat pesan dari dia, malah aku berharap dia tak pernah mengucapkan apapun. Aku yakin dia tahu itu aku meski aku tak menyebutkan namaku. Aku menyelipkan sebuah surat di kadonya, seperti ini:
“Dear Sehun,
sebelumnya aku minta maaf bukan bermaksud untuk lancang, aku hanya ingin melaksanakan niatku. Aku ingin kado ini sampai di orang yang bersangkutan. Fyi, aku sudah menyiapkan hadiah ini dari jauh-jauh hari bahkan jauh sebelum kakak mengubah status whatsapp kakak dari at work menjadi nama seorang ukhti. Aku hanya ingin kasih kado, just itu no more.
Waktu takkan mengulang masanya
diantara detik demi detik yang terus berdentang
segerakanlah shalatmu, pertanggung jawabkan hidupmu
jadikan dirimu penghuni syurga-Nya dan syurga bagi masa depanmu
“Selamat ulang tahun”
Agustus 2016
Regrads,
Park Shin Hye”
Kurang lebih seperti itu, aku pun menulis itu minta pendapat terlebih dahulu. Dan dear sehun itu usul dari Leni, yaa karena dia itu tahu kalau aku suka dengan Sehun dan di email yang dia balas pun dia mengatasnamakan Sehun. Dan Park Shin Hye itu, yaa waktu itu dia pernah bilang kalau dia suka aktris tersebut, daripada aku harus menyebut nama Stella Cornelia ex JKT48. Dini hari ketika hari sudah berganti tanggal dia mengirim pesan whatsaap, padahal aku terbangun saat itu namun aku tak berani untuk melihatnya. Paginya aku baca, dan itu adalah satu-satunya chat yang masih aku simpan, isinya seperti ini:
“Hai ade makasih yaa, udah sampai dan udah diterima paket atas nama aan nya.
Maaf ya pas kemaren kamu ulang tahun kakak gak ngasih apa-apa hehe
sekali lagi makasih yaa kado dan do’a nya”
Ucapin ulang tahun aja enggak, gumamku. Namun aku tak membalasnya, ketika kupikir ulang tak seharusnya aku bersikap seperti itu. Namun semua yang aku lakukan itu adalah saran dari Leni, aku tak terlalu memikirkan bagaimana dia menganggapku nanti. Kalaupun sekarang aku menjawab “iya sama-sama” rasanya sudah tak penting lagi, sudah sebulan berlalu.
Dan ini, hal ini yang buat aku masih bertanya-tanya. Apakah kontakku diblock olehnya atau bagaimana. Sehari setelah dia ulang tahun, tiba-tiba saja kontak dia di whatsappku blank. Tak ada foto dan tak ada status. Setauku, dia memang pernah tak ada foto namun statusnya ada dan ketika aku menanyakan pun dia bilang memang sengaja tak pakai foto. Aku ingin chat dia namun ragu sampai akhirnya jam 11 malam aku lihat kontaknya lagi, dan telah berubah. Dia memperbaharui profilnya, terpajang foto seorang pria memegang kue digandeng seorang wanita yang tingginya sebahunya memegang balon berbentuk kue ulangtahun dengan latar belakang dinding dengan balon HBD 24 dengan beberapa balon berbentuk hati Aku mencoba mengerti, mungkin aku benar diblock olehnya dan saat itu dia sedang ada surprise. Dia takut aku mengacaukannya dengan pesan berantai atau semacamnya jadi dia memblock kontakku sementara. Namun selang beberapa hari kontak dia kembali blank, dan cukup bertahan lama, kurang lebih selama seminggu. Aku tak tahu apa alasannya namun mungkin itu untuk kebaikanku juga. Ada beberapa praduga saat itu, sebelum akhirnya aku yakin dia benar-benar block aku.
Pertama, dia logout akun dan login dengan nomor yang berbeda.
Kedua, dia memakai privasi hanya untuk kontak, sehingga yang tak ada di kontaknya tak dapat melihat, itu artinya nomorku tak disimpan.
Ketiga, dia menghapus akun.
Namun setelah aku mencoba menelaah, aku logout akun lama ku dan login dengan nomor yang lain, akun lamaku masih ada foto dan status yang sama seperti terakhir kali. Ketika Leni kirim pesan ke nomor lamaku pun masih bisa kuterima ketika aku login kembali. Nomorku yang lain ini pernah aku pakai di whatsapp laptop, setelah login kembali, statusku berubah seperti pertama kali membuat whatsapp. Sedangkan dia, ketika dia muncul kembali di kontak tanggal pembuatan status pun masih sama 2 Agustus 2016. Lalu aku coba Leni save nomor dia, dan ternyata kontaknya terlihat untuk publik, artinya nomorku pun tak dihapus. Ah tiba-tiba aku memikirkan iyong. Iyong itu kontaknya juga blank, aku tak pernah berpikir bahwa aku diblock olehnya, aku hanya berpikir dia logout. Namun ketika aku ingat, pesan terakhirku hanya ceklis satu, dan ketika kontaknya kembali terlihat, pesanku masih sama ceklis satu sedangkan Leni pernah mencoba ketika aku logout dia chat hanya ceklis satu dan ketika aku login terkirim padaku. Ah memikirkannya saja aku pusing. Sekarang aku yakin bahwa aku pernah diblock oleh dia.
Aku tak tahu untuk alasan apa dia melakukannya. Dan hal ini membuat aku seringkali bertanya-tanya pada diri sendiri. Aku enggan untuk bertanya padanya. Untuk kamu yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini, mungkin setelah kamu membaca ini kamu bisa memberi aku jawaban sebenarnya. Dan mungkin dengan tulisan ini kamu pun jadi mengetahui jawaban atas pertanyaan yang kamu gumamkan dalam hati. Karena aku yakin, separuh dari pikiranmu ingin mengetahui darimana aku mengetahui alamat rumahmu dan entah apapun itu, dengan tulisan ini aku memperjelas apa-apa yang mungkin kamu duga. Kadang aku merasa bodoh telah bertindak sejauh itu. Hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang lelaki namun aku melakukannya. Temanku sampai ada yang berkata “Bodoh banget itu laki-laki kalau tahu gimana ada cewek yang sampe segitunya”. Seharusnya aku bersikap sewajarnya saja atau lebih baik mencintai diam-diam. Aku tak apa kamu tak meresponku, tetaplah bersikap seperti ini karena aku pun sudah bisa menerima dan terbiasa dengan keadaan sekarang. Kamu masih tetap jadi teman sekaligus kakakku, namun bedanya aku mencoba menjadi seorang teman dan adik yang lebih mandiri. Aku tak ingin lagi merepotkanmu dengan pertanyaan-pertanyaanku, aku tak ingin lagi kamu menjadi tempat dimana aku berkeluh kesah. Aku menyadari, semua memang takkan sama seperti awal bahkan hal ini seharusnya terjadi sejak Desember lalu namun aku yang mencoba menahanmu, tetap menjadikanmu tempat yang tepat untuk aku menuju. Mungkin munafik jika aku bilang aku bahagia kamu sama dia, tapi aku memang bahagia, aku tak lagi khawatir tentang kebahagiaanmu bersama makhluk bernama perempuan. Perempuan itu memang pantas untuk kamu cintai sebagai perempuan. Dan aku akan selalu mendukungmu, dan mendoakanmu dengan siapapun sekarang atau nanti kamu bersama. Jika aku boleh meminta do’amu, doakanlah aku untuk beristiqomah setelah masa-masa yang sudah aku lewati demi makhluk benama laki-laki, do’akan aku untuk menjadi muslimah sejati dengan kesederhanaan jilbabnya
Regards, Nilam
Cerpen Karangan: Nilam
Dua puluh enam Agustus 2016
Jum’at sore itu seusai pulang kerja, aku dan Leni bergegas mencari alamatnya dengan informasi seadanya. Aku pulang ke rumah dahulu menaruh motor dan kami mengendarai motor Leni, karena aku takut dia mengenaliku karena dia tahu motorku. Aku memakai jaket dan masker agar dia tak mengenaliku. Tiba di gapura RW 02, kami mencari RT 06. Ah ketemu! Namun sayangnya RT 6/2 itu bukan seperti letak perumahan yang aku kira. Akhirnya kami mencari perumahan itu, Sampai! Aku masih ragu kalau itu benar atau bukan, namun Leni bilang “yang tadi kita cari RT 6 kan? Itu juga RT 6”. Ah iya gapura perumahannya bertuliskan RT 6 RW 5. Kami terus berjalan untuk memastikan apa benar di depan jalan rumah susun atau bukan dan ternyata benar. Di depan perumahan itu kami bingung. FYI, kami sudah mendiskusikan ini sebelumnya. Kami kan menyimpulkan dia tinggal di Perumahan jadi sebenarnya lebih mudah untuk menanyakannya pada satpam. Ya, akhirnya kami menanyakan pada satpam namun kami mencari bukan atas nama dia melainkan adiknya, ya dengan pasti aku juga punya informasi tentang adiknya. Yang bertanya Leni karena aku takut. -Di pos satpam-
“pak mau tanya, rumahnya Pipit yang mana ya?”, Leni.
“emang RT berapa?” Satpam
“maka itu pak kita gak tahu berapanya” Leni
“Pipit yang kuliah di fotografi?” satpam satunya lagi
“Nah iya pak” kataku
“Ikutin jalan aja nanti ada gerbang lurus mentok belok kanan, tanya aja rumahnya pak Cecep”
“Rumahnya yang mananya pak?” kataku
“nanti tanya aja rumahnya pak Cecep”
“Oh ya udah makasih ya pak”
Kami mengikuti petunjuk jalan dari pak satpam tersebut. Mentok belok kanan, setelah itu kami bingung harus ke mana, rumahnya yang mana, nanya sama siapa. Ketika aku melewati rumah bercat tembok biru, firasatku itu rumahnya dia karena di luar ada bangku seperti yang di dalam foto adiknya. Namun kami akhirnya belok kanan entah itu ke mana. Kami berhenti. Ada anak kecil dan aku bertanya padanya
“dek tahu rumahnya pak Cecep?” kataku
“Pak Cecep yang mana? Yang jualan apa yang warnet”
Ah sial, aku tak tahu menau soal yang ini.
“yang punya anak cewek yang mana?
“Yang itu (nunjuk ke arah kanannya)”
“nah itu rumahnya yang mana?”
“oh iya iya, (dia hendak ingin memberi tahu kami jalannya)”
“eh sini sini dek, kasih tahu aja yang mana rumahnya”
“Yang rumah tingkat warna biru lagi direnovasi”
“Oh ya udah makasih ya dek”
Ah ternyata benar rumah yang aku duga. Rasanya saat itu warga setempat mencurigai kami terlihat dari tatapan mereka. Aku bilang sama Leni lihat nomor rumahnya. Aku bawa motor pelan-pelan, aku melihat seberang rumahnya itu nomor 10 dan pas aku lihat rumah dia malah tidak ada plat rumah, mungkin karena lagi di renovasi. Aku sama Leni menduga kalau rumahnya itu No 11. Dan pas sampai di pertigaan yang aku bilang mentok belok kanan, kami bertemu lagi sama ibu-ibu yang sedang ngobrol di warung, kami memang tidak bertanya padanya, Ibu itu bilang gini.
“Mau kemana sih neng daritadi, nanya orang mh” dengan nada yang ngeselin.
“Udah kok, bu” Kata Leni.
Dan aku lupa kalau itu perumahan, aku tak tahu bloknya
Sialnya aku ketemu anak kecil itu lagi, dia bilang “Lah itu kan yang tadi”
Ah malu sekali. Kata Leni blok D, namun kataku blok E karena aku lihat blok D sebelum gerbang. Okay kami memutuskan untuk pulang, karena dipikir yang penting udah tau rumahnya. Aku ambil arah yang berbeda dari kami pergi, namun di perjalanan aku bilang gini sama Leni “nama perumahannya apa? Gue lupa cuma inget indahnya doang”, Leni menjawab “Lah gue gak perhatiin, ya udah balik lagi aja”. Akhirnya aku putar balik. Ya! Setelah aku mengingatnya kami langsung pulang, sepanjang jalan aku bingung bagaimana aku mengirimnya, aku gak tahu alamat pastinya, belum tentu juga RT nya benar, toh Pak Satpam itu nanya RT berapa, berarti kemungkinan ada beberapa RT, tidak tahu Blok dan Nomornya juga, Gak mungkin kalau kirim pakai JNE dengan alamat gak lengkap gitu. Kalau mau pakai Go-send berarti nanti ketahuan kalau dari aku kan kalau pakai JNE aku bisa manipulasi nama pengirimnya. Aku bilang sama Leni aku akan cari tahu lagi alamat lengkapnya dengan waktu yang mepet.
“Kalau mau cari tahu lagi harus jalan kaki, celingak celinguk juga enak kan bisa sepik main hp” Kata Leni
“Berarti nanti motornya ditinggal dong” Kataku
“Ah gue tahu, mau gak mau kita harus kaya cabe-cabean bonceng tiga”
“Tapi kapan, yaudah deh”
Ah kenapa aku bisa seceroboh itu. Jujur, aku malas sekali untuk mencari tahunya kembali, rasanya aku ingin cepat-cepat hal ini berlalu. Saran Leni memang satu-satunya saran yang tepat, pakai jasa Go-send dan kasih tahu jalannya dan tak lupa mengganti nama pengirimnya. Leni pun menyarankan aku memakai nama Aan. Ada sedikit perdebatan soal ini.
“Tapi kan kalo pakai Go-send ketahuan yang ngirim gue” kataku
“Ya kan tinggal ganti aja” Balas Leni
“emang bisa?”
“Bisa kayanya”
“Terus gue ganti jadi siapa?”
“Aan aja”
“Ih kok Aan, masa nama cowok”
“Aan cewek ish, tetangga gue namanya Aan”
“temen gue Aan tapi cowok”
“ya udah kan Aan, Agus and Nilam hahaha”
“Sue lu”
“Lagian juga nama cewek yang sama Mirda namanya Aan (ini lupa, aandriani mungkin) hahaha”
“Hahaha najong banget lu, inget banget sama itu cewek hahahaha, terus nanti nama barangnya apa? Gak mungkin gue bilang kado”
“Ya udah charger laptop atau gak sparepart aja”
“Ngaco lu”
“Ya udah bilang aja baju”
Singkatnya seperti itu percakapan aku dengan Leni. Hari senin aku membawa kadonya dan kertas kado, yaaa untuk dibungkus oleh Leni karena aku gak bisa bungkus kado. Kalo diingat kadonya bukan seperti kado tapi seperti paketan bom. Lapisan pertama dibungkus dengan kertas kado batik, lapisan kedua kertas kado terbalik dan ketiga dengan kalender. Ya inginnya aku saat itu, agar tidak ketahuan kalau itu kado jadi pakai kalender namun akan terlihat bahwa itu kado ketika lapisan terakhir. Nah ini yang membuat seperti paket bom, kadonya dilapisi dengan solasi coklat di keseluruhan, aku dibuat geleng.
“Kan kata lu biar gak ketahuan, ya udah disolasiin aja lagian biar gak bikin repot abang gojeknya kalo hujan” Kata Leni.
Tiga puluh Agustus 2016
24 tahun sudah dia bernafas di dunia ini. Anak ketiga dari 4 bersaudara. Laki-laki yang hampir setiap hari pulang-pergi Depok-Jakarta. Laki-laki yang kini masih menjadi doaku dengan doa yang sudah berbeda. Kamu mau tahu apa doaku? Ya, aku mengubah doaku “Jika memang dia jodohku dekatkanlah jadikan aku sebagai penyempurna agama untuknya, jika memang tidak jauhkanlah beri aku kelapangan hati untuk mengikhlaskan” menjadi “Aku ikhlas jika dia memang bukan jodohku, berikanlah dia kebahagiaan dengan siapapun dia bersama”. Naif bukan? Tapi itulah kenaifan yang selalu aku lakukan. Dan semoga aku dan dia menjadi tetangga syurga. Hari itu, akhirnya aku melakukan niatku. Sebelum jam 7 pagi aku sudah rapih, aku melakukan order Go-send. Ah kesialan apa ini. 5 Menit aku menunggu namun tak ada juga yang menerima orderku. Aku ulangi namun tak ada hasil juga. Aku takut telat kerja dan aku takut jika memang harus aku yang memberinya langsung. Namun akhirnya di orderku yang ketiga ada yang menerima orderku juga. Aku pun berangkat, pas banget ketika aku sampai gang, drivernya juga sampai. Aku jelasin arah ke rumahnya. Aku bilang “nanti bapak dari depan perumahannya ikutin jalan aja, ada gerbang, lurus mentok belok kanan. Bapak tanya aja rumahnya Bapak Cecep, rumahnya di sebelah kanan gak jauh dari belokan warna biru yang lagi direnovasi, kalo gak bapak tanya aja satpam bilang Agus Mulyadi yang kerja di Telkom, anaknya Bapak Cecep”. Sahut driver itu “tadi bapak siapa?”, kataku “Bapak Cecep”. Aku pergi dengan perasaan yang was-was. Sesampai di kantor, aku cek orderku dan completed, huh lega. Hari itu aku lalui seperti biasanya, sesekali aku liat whatsapp nya untuk memastikan dia sedang sibuk atau tidak, baru dilihat ternyata, jam 9 malam saat itu. Sudah jam 9 malam namun tak kunjung ada pesan darinya, seharusnya dia sudah di rumah. Ah, bukan maksudku ingin dapat pesan dari dia, malah aku berharap dia tak pernah mengucapkan apapun. Aku yakin dia tahu itu aku meski aku tak menyebutkan namaku. Aku menyelipkan sebuah surat di kadonya, seperti ini:
“Dear Sehun,
sebelumnya aku minta maaf bukan bermaksud untuk lancang, aku hanya ingin melaksanakan niatku. Aku ingin kado ini sampai di orang yang bersangkutan. Fyi, aku sudah menyiapkan hadiah ini dari jauh-jauh hari bahkan jauh sebelum kakak mengubah status whatsapp kakak dari at work menjadi nama seorang ukhti. Aku hanya ingin kasih kado, just itu no more.
Waktu takkan mengulang masanya
diantara detik demi detik yang terus berdentang
segerakanlah shalatmu, pertanggung jawabkan hidupmu
jadikan dirimu penghuni syurga-Nya dan syurga bagi masa depanmu
“Selamat ulang tahun”
Agustus 2016
Regrads,
Park Shin Hye”
Kurang lebih seperti itu, aku pun menulis itu minta pendapat terlebih dahulu. Dan dear sehun itu usul dari Leni, yaa karena dia itu tahu kalau aku suka dengan Sehun dan di email yang dia balas pun dia mengatasnamakan Sehun. Dan Park Shin Hye itu, yaa waktu itu dia pernah bilang kalau dia suka aktris tersebut, daripada aku harus menyebut nama Stella Cornelia ex JKT48. Dini hari ketika hari sudah berganti tanggal dia mengirim pesan whatsaap, padahal aku terbangun saat itu namun aku tak berani untuk melihatnya. Paginya aku baca, dan itu adalah satu-satunya chat yang masih aku simpan, isinya seperti ini:
“Hai ade makasih yaa, udah sampai dan udah diterima paket atas nama aan nya.
Maaf ya pas kemaren kamu ulang tahun kakak gak ngasih apa-apa hehe
sekali lagi makasih yaa kado dan do’a nya”
Ucapin ulang tahun aja enggak, gumamku. Namun aku tak membalasnya, ketika kupikir ulang tak seharusnya aku bersikap seperti itu. Namun semua yang aku lakukan itu adalah saran dari Leni, aku tak terlalu memikirkan bagaimana dia menganggapku nanti. Kalaupun sekarang aku menjawab “iya sama-sama” rasanya sudah tak penting lagi, sudah sebulan berlalu.
Dan ini, hal ini yang buat aku masih bertanya-tanya. Apakah kontakku diblock olehnya atau bagaimana. Sehari setelah dia ulang tahun, tiba-tiba saja kontak dia di whatsappku blank. Tak ada foto dan tak ada status. Setauku, dia memang pernah tak ada foto namun statusnya ada dan ketika aku menanyakan pun dia bilang memang sengaja tak pakai foto. Aku ingin chat dia namun ragu sampai akhirnya jam 11 malam aku lihat kontaknya lagi, dan telah berubah. Dia memperbaharui profilnya, terpajang foto seorang pria memegang kue digandeng seorang wanita yang tingginya sebahunya memegang balon berbentuk kue ulangtahun dengan latar belakang dinding dengan balon HBD 24 dengan beberapa balon berbentuk hati Aku mencoba mengerti, mungkin aku benar diblock olehnya dan saat itu dia sedang ada surprise. Dia takut aku mengacaukannya dengan pesan berantai atau semacamnya jadi dia memblock kontakku sementara. Namun selang beberapa hari kontak dia kembali blank, dan cukup bertahan lama, kurang lebih selama seminggu. Aku tak tahu apa alasannya namun mungkin itu untuk kebaikanku juga. Ada beberapa praduga saat itu, sebelum akhirnya aku yakin dia benar-benar block aku.
Pertama, dia logout akun dan login dengan nomor yang berbeda.
Kedua, dia memakai privasi hanya untuk kontak, sehingga yang tak ada di kontaknya tak dapat melihat, itu artinya nomorku tak disimpan.
Ketiga, dia menghapus akun.
Namun setelah aku mencoba menelaah, aku logout akun lama ku dan login dengan nomor yang lain, akun lamaku masih ada foto dan status yang sama seperti terakhir kali. Ketika Leni kirim pesan ke nomor lamaku pun masih bisa kuterima ketika aku login kembali. Nomorku yang lain ini pernah aku pakai di whatsapp laptop, setelah login kembali, statusku berubah seperti pertama kali membuat whatsapp. Sedangkan dia, ketika dia muncul kembali di kontak tanggal pembuatan status pun masih sama 2 Agustus 2016. Lalu aku coba Leni save nomor dia, dan ternyata kontaknya terlihat untuk publik, artinya nomorku pun tak dihapus. Ah tiba-tiba aku memikirkan iyong. Iyong itu kontaknya juga blank, aku tak pernah berpikir bahwa aku diblock olehnya, aku hanya berpikir dia logout. Namun ketika aku ingat, pesan terakhirku hanya ceklis satu, dan ketika kontaknya kembali terlihat, pesanku masih sama ceklis satu sedangkan Leni pernah mencoba ketika aku logout dia chat hanya ceklis satu dan ketika aku login terkirim padaku. Ah memikirkannya saja aku pusing. Sekarang aku yakin bahwa aku pernah diblock oleh dia.
Aku tak tahu untuk alasan apa dia melakukannya. Dan hal ini membuat aku seringkali bertanya-tanya pada diri sendiri. Aku enggan untuk bertanya padanya. Untuk kamu yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini, mungkin setelah kamu membaca ini kamu bisa memberi aku jawaban sebenarnya. Dan mungkin dengan tulisan ini kamu pun jadi mengetahui jawaban atas pertanyaan yang kamu gumamkan dalam hati. Karena aku yakin, separuh dari pikiranmu ingin mengetahui darimana aku mengetahui alamat rumahmu dan entah apapun itu, dengan tulisan ini aku memperjelas apa-apa yang mungkin kamu duga. Kadang aku merasa bodoh telah bertindak sejauh itu. Hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang lelaki namun aku melakukannya. Temanku sampai ada yang berkata “Bodoh banget itu laki-laki kalau tahu gimana ada cewek yang sampe segitunya”. Seharusnya aku bersikap sewajarnya saja atau lebih baik mencintai diam-diam. Aku tak apa kamu tak meresponku, tetaplah bersikap seperti ini karena aku pun sudah bisa menerima dan terbiasa dengan keadaan sekarang. Kamu masih tetap jadi teman sekaligus kakakku, namun bedanya aku mencoba menjadi seorang teman dan adik yang lebih mandiri. Aku tak ingin lagi merepotkanmu dengan pertanyaan-pertanyaanku, aku tak ingin lagi kamu menjadi tempat dimana aku berkeluh kesah. Aku menyadari, semua memang takkan sama seperti awal bahkan hal ini seharusnya terjadi sejak Desember lalu namun aku yang mencoba menahanmu, tetap menjadikanmu tempat yang tepat untuk aku menuju. Mungkin munafik jika aku bilang aku bahagia kamu sama dia, tapi aku memang bahagia, aku tak lagi khawatir tentang kebahagiaanmu bersama makhluk bernama perempuan. Perempuan itu memang pantas untuk kamu cintai sebagai perempuan. Dan aku akan selalu mendukungmu, dan mendoakanmu dengan siapapun sekarang atau nanti kamu bersama. Jika aku boleh meminta do’amu, doakanlah aku untuk beristiqomah setelah masa-masa yang sudah aku lewati demi makhluk benama laki-laki, do’akan aku untuk menjadi muslimah sejati dengan kesederhanaan jilbabnya
Regards, Nilam
Cerpen Karangan: Nilam
Di Bawah Langit Agustus (Part 3)
4/
5
Oleh
Unknown