Judul Cerpen Aku yang Terlambat
Sama sepertimu, aku juga hanyalah seorang hamba yang hidup di bawah langit sang Illahi dan di atas tanah sang kholid.
Sama sepertimu, aku juga hanyalah seorang insan yang dianugerahi cinta. Cinta kepada Rabb ku dan cinta kepada ciptaan-Nya. Dalam ruang cinta kepada ciptaan-Nya, dia masuk dalam kategori.
Haura namanya, seorang akhwat yang baru kutahu namanya 3 bulan yang lalu. Namun sudah aku kagumi sejak 1 tahun yang lalu. Kali pertama aku melihatnya berada di depan gerbang sebuah panti asuhan. Entah apa dan sedang apa ia disitu. Aku tak tahu. Dan kulihat kakinya mulai memasuki halaman panti. Aduhai, sungguh indah nan anggun sekali ia. Kerudungnya yang panjang yang membalut auratnya sungguh sangat mempesona. Rasanya ingin bertaaruf dengannya untuk kemudian langsung menikah dengannya.
“Ah, sudahlah” kataku mencoba menepis rasa yang ada. Hari demi hari, setiap kali aku melewati panti asuhan itu, ia selalu ada disana. Dan sesekali mobilku berhenti sejenak di depan panti itu saat kulihat ia berada disana bersama anak-anak panti. Sesekali juga aku curi-curi pandang. Dan saat aku kepergok saat sedang memerhatikannya, jantungku langsung berdegup kecang sekali dan langsung kulajukan mobilku meninggalkan tempat itu.
Dunia begitu sempitnya, suatu hari aku singgah di sebuah masjid saat kudengar sayup-sayup adzan zuhur mulai berkumandang. Aduhai, bak rezeki. Aku bertemu dengan Haura di masjid itu. Kulihat dia sedang memakai sepatu dan sepertinya ia akan beranjak pergi meninggalkan masjid ini. Aku pun langsung bergegas melaksanakan sholat zuhur. Dan selepas aku melaksanakan sholat zuhur, kulihat ia masih duduk-duduk di depan masjid itu. Kulihat dia duduk bersama dua akhwat lainnya. Seperti sedang membicarakan sesuatu. Tak lama kemudian, kulihat mereka bertiga berjalan menuju suatu tempat. Kuikuti ia bersama dua rekannya itu. Dan aku sangat terperanjat saat ketika langkah mereka terhenti di sebuah panti asuhan tempat pertama kalinya aku melihat Haura.
Sudah hampir setahun aku terus memerhatikan dan memantau kegiatannya tanpa mengetahui siapa namanya.
Akhirnya, aku memberanikan diri untuk datang ke panti itu. Kulihat beberapa anak yang sedang asyik bermain. Kutemui mereka dan mulai kuajukan pertanyaan sederhana kepada mereka.
“Assalamualaikum adik” sapa ku pada mereka.
“Waalaikumsalam kak” jawab mereka kompak.
“Dik, perempuan yang cantik yang selalu mengunjungi panti ini siapa ya?”
“Oh, itu mbak Haura kak. Dia dulu dibesarkan di panti ini. Jadi setiap hari kak Haura datang kemari entah untuk sekedar silahturahmi atau menyantuni kami kak” jawab salah seorang anak.
“Ohh.. Ternyata namanya Haura”. Kataku.
Hari demi hari pun berlangsung begitu cepatnya. Kali ini kulihat ia duduk berdua di atas roda dua bersama seorang ihwan.. “siapa dia?” tanya ku dalam hati. “Ah mungkin itu saudaranya atau jangan jangan… ah sudahlah.. Mana mungkin dia sudah menikah”. Kataku sambil tertawa kecil.
Beberapa hari kemudian, kulihat ia sedang duduk sendiri di depan sebuah masjid seperti sedang menunggu seseorang. Dan aku mulai memaksa diriku untuk berani menemuinya sekedar menanyakan alamatnya untuk kemudian dapat menemui orangtuanya.
Dan akhirnya langkahku terhenti tepat di depannya. Kita berjarak kira-kira 1 m. Dan aku mulai menyapanya dengan salam. Dia menjawab salamku dengan lembut sekali. Tapi alangkah terkejutnya aku ketika kulihat telah melingkar cincin di jari manisnya. Kumencoba bertanya sedang apa ia disini. Sebuah jawaban yang sangat pahit keluar dari mulutnya.
“Saya sedang menunggu dijemput suami saya mas” jawabnya lembut namun menyakitkan aku.
“Anti sudah berapa lama menikah?”
“Baru seminggu mas” jawabnya singkat.
Akhirnya aku langsung pamit untuk langsung pulang ke rumah membawa sejuta perih.
“Seharusnya aku lebih cepat menemuinya, seharusnya aku tidak menunda-nunda waktu untuk mengenalnya. Yaa Rabb.. Terlambatlah sudah aku untuk dapat memilikinya. Alangkah beruntungnya pria itu mendapatkan kekasih seperti Haura”. Sesalku mendalam.
Nb: terkadang kita takut mengungkapkan rasa kepada seseorang yang kita sukai. Dan kita menunda-nundanya karena merasa belum siap. Tanpa kita sadari, diluar sana banyak juga yang memendam rasa kepada orang yang kita sukai. Maka segeralah ungkapkan rasa itu sebelum terlambat dan akhirnya hanya sebuah penyesalan yang didapat.
Cerpen Karangan: Indri Wahyuniati
Facebook: Indri Wahyuniati Mps
Wa: 085359997441
Id line: Indriwahyuniati
Pin bb: 57B55483
Sama sepertimu, aku juga hanyalah seorang hamba yang hidup di bawah langit sang Illahi dan di atas tanah sang kholid.
Sama sepertimu, aku juga hanyalah seorang insan yang dianugerahi cinta. Cinta kepada Rabb ku dan cinta kepada ciptaan-Nya. Dalam ruang cinta kepada ciptaan-Nya, dia masuk dalam kategori.
Haura namanya, seorang akhwat yang baru kutahu namanya 3 bulan yang lalu. Namun sudah aku kagumi sejak 1 tahun yang lalu. Kali pertama aku melihatnya berada di depan gerbang sebuah panti asuhan. Entah apa dan sedang apa ia disitu. Aku tak tahu. Dan kulihat kakinya mulai memasuki halaman panti. Aduhai, sungguh indah nan anggun sekali ia. Kerudungnya yang panjang yang membalut auratnya sungguh sangat mempesona. Rasanya ingin bertaaruf dengannya untuk kemudian langsung menikah dengannya.
“Ah, sudahlah” kataku mencoba menepis rasa yang ada. Hari demi hari, setiap kali aku melewati panti asuhan itu, ia selalu ada disana. Dan sesekali mobilku berhenti sejenak di depan panti itu saat kulihat ia berada disana bersama anak-anak panti. Sesekali juga aku curi-curi pandang. Dan saat aku kepergok saat sedang memerhatikannya, jantungku langsung berdegup kecang sekali dan langsung kulajukan mobilku meninggalkan tempat itu.
Dunia begitu sempitnya, suatu hari aku singgah di sebuah masjid saat kudengar sayup-sayup adzan zuhur mulai berkumandang. Aduhai, bak rezeki. Aku bertemu dengan Haura di masjid itu. Kulihat dia sedang memakai sepatu dan sepertinya ia akan beranjak pergi meninggalkan masjid ini. Aku pun langsung bergegas melaksanakan sholat zuhur. Dan selepas aku melaksanakan sholat zuhur, kulihat ia masih duduk-duduk di depan masjid itu. Kulihat dia duduk bersama dua akhwat lainnya. Seperti sedang membicarakan sesuatu. Tak lama kemudian, kulihat mereka bertiga berjalan menuju suatu tempat. Kuikuti ia bersama dua rekannya itu. Dan aku sangat terperanjat saat ketika langkah mereka terhenti di sebuah panti asuhan tempat pertama kalinya aku melihat Haura.
Sudah hampir setahun aku terus memerhatikan dan memantau kegiatannya tanpa mengetahui siapa namanya.
Akhirnya, aku memberanikan diri untuk datang ke panti itu. Kulihat beberapa anak yang sedang asyik bermain. Kutemui mereka dan mulai kuajukan pertanyaan sederhana kepada mereka.
“Assalamualaikum adik” sapa ku pada mereka.
“Waalaikumsalam kak” jawab mereka kompak.
“Dik, perempuan yang cantik yang selalu mengunjungi panti ini siapa ya?”
“Oh, itu mbak Haura kak. Dia dulu dibesarkan di panti ini. Jadi setiap hari kak Haura datang kemari entah untuk sekedar silahturahmi atau menyantuni kami kak” jawab salah seorang anak.
“Ohh.. Ternyata namanya Haura”. Kataku.
Hari demi hari pun berlangsung begitu cepatnya. Kali ini kulihat ia duduk berdua di atas roda dua bersama seorang ihwan.. “siapa dia?” tanya ku dalam hati. “Ah mungkin itu saudaranya atau jangan jangan… ah sudahlah.. Mana mungkin dia sudah menikah”. Kataku sambil tertawa kecil.
Beberapa hari kemudian, kulihat ia sedang duduk sendiri di depan sebuah masjid seperti sedang menunggu seseorang. Dan aku mulai memaksa diriku untuk berani menemuinya sekedar menanyakan alamatnya untuk kemudian dapat menemui orangtuanya.
Dan akhirnya langkahku terhenti tepat di depannya. Kita berjarak kira-kira 1 m. Dan aku mulai menyapanya dengan salam. Dia menjawab salamku dengan lembut sekali. Tapi alangkah terkejutnya aku ketika kulihat telah melingkar cincin di jari manisnya. Kumencoba bertanya sedang apa ia disini. Sebuah jawaban yang sangat pahit keluar dari mulutnya.
“Saya sedang menunggu dijemput suami saya mas” jawabnya lembut namun menyakitkan aku.
“Anti sudah berapa lama menikah?”
“Baru seminggu mas” jawabnya singkat.
Akhirnya aku langsung pamit untuk langsung pulang ke rumah membawa sejuta perih.
“Seharusnya aku lebih cepat menemuinya, seharusnya aku tidak menunda-nunda waktu untuk mengenalnya. Yaa Rabb.. Terlambatlah sudah aku untuk dapat memilikinya. Alangkah beruntungnya pria itu mendapatkan kekasih seperti Haura”. Sesalku mendalam.
Nb: terkadang kita takut mengungkapkan rasa kepada seseorang yang kita sukai. Dan kita menunda-nundanya karena merasa belum siap. Tanpa kita sadari, diluar sana banyak juga yang memendam rasa kepada orang yang kita sukai. Maka segeralah ungkapkan rasa itu sebelum terlambat dan akhirnya hanya sebuah penyesalan yang didapat.
Cerpen Karangan: Indri Wahyuniati
Facebook: Indri Wahyuniati Mps
Wa: 085359997441
Id line: Indriwahyuniati
Pin bb: 57B55483
Aku yang Terlambat
4/
5
Oleh
Unknown