Judul Cerpen False Conclusion
Terkadang aku suka membandingkan hidupku dengan orang. Dan malah suka menyalahkan keadaan. Padahal tak seharusnya aku merasa seperti itu. Diusiaku yang ke delapan belas aku mulai diajarkan oleh Allah sebuah hikmah. Tentang hidup ini. Kala itu aku pindah sekolah ke salah satu sekolah menengah swasta kebetulan juga aku baru pindah rumah saat itu. Pertama kali aku bersekolah disana aku menemukan banyak orang asing yang saling menanyakan namaku. Termasuk gadis yang pertama kali mengajakku berbicara. Yang disana ia duduk tepat di depan kursiku. Gadis ini bernama annisa. Ia baik dan cantik. Beberapa kali aku sempat meminjam buku catatan miliknya yang nantinya aku salin ke bukuku. Aku juga minta diajari tentang soal-soal matematika yang banyak tak kumengerti. Aku selalu menempel dengannya sampai-sampai aku jadi orang terdekatnya kala itu. Kini aku jadi tahu banyak hal tentangnya. Ia bukan hanya cantik. Tapi ia sopan. Baik. Lembut. Ramah. Mudah dikenal. Aktif berorganisasi. Sholehah. Pandai. Disukai banyak orang juga pendiam.
Apalagi yang kutau ada beberapa kakak kelas suka kepadanya. Tapi annisa tak menghiraukannya malah ia tak mempedulikannya. Ia suka melengos saja ketika digoda oleh mereka. Banyak siswi yang iri dengannya. Makin lama berada dekat dengannya dalam hati aku juga sedikit menyimpan perasaan demikian terhadapnya. Aku diam-diam iri dengan kehidupannya yang menurutku sempurna. Dengar-dengar dia juga anak dari konglomerat kaya di jakarta. Rasanya wajar saja banyak orang yang ingin hidup seperti dirinya.
Tiba tiba aku berteriak melengking dari kejauhan. Ketika orang yang kukenali sepanjang hari itu melompat dari atap sekolah dan terjun ke bawah. Ia bunuh diri.
Aku menganga setelah meneriakkan namanya barusan. Tak habis pikir. Aku hampir gontai dan tak bisa bernapas. Sampai mengerjap pun aku tidak mampu. Aku terlalu panik.
Tubuhku jatuh. Aku terduduk membentuk huruf w.
Kenapa hal ini harus di depan mataku…!
“Ni—sa”
Dia gadis sholehah… Bukankah kata orang dia seperti itu? Tapi kenapa dia memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara seperti ini… Kenapa ya rabb…
Padahal hamba adalah orang terdekatnya.. Orang yang selalu mengaguminya dan selalu mengaguminya… Bahkan aku ingin seperti dirinya… Berada di posisi seperti dirinya… Yang menurutku itu adalah sebuah kesempurnaan…
Ia koma..
Dua bulan aku rutin menjenguknya di rumah sakit. Membawakannya sebuket bunga titipan wakil ketua kelas. Agar nantinya aku ganti bunga lama yang ada di vas dengan bunga yang baru. Aku juga rutin membacakannya beberapa surat alquran. Aku sering menghabiskan waktu soreku di rumah sakit. Aku setia menunggunya yang lama terbaring disana. Yang kuharap aku bisa melihatnya lagi dalam keadaan sehat dan kita dapat berbincang lagi seperti halnya dulu.
Ini yang kedua kalinya aku menitikkan air mata disebabkan terjemah ayat alquran ini tak sengaja kubaca ketika sejak tadi aku sedang bertilawah barusan. Tiba tiba muncul sebuah pergerakan dari tangan dan ujung kakinya.
Tangan yang dililitkan infusan itu bergerak perlahan dan seperti sedang mencari sesuatu. Aku yang melihatnya lantas panik. Aku langsung pergi ke luar ruangan dan menculik sang dokter dari ruangan pasien lain. Dan kembali masuk ke kamar annisa.
Ia sadar dari komanya. Aku sangat bersyukur dan bahagia melihat ini. Kedua matanya yang tadinya terpejam kini membuka. Ia yang akhirnya melihat disana hanya ada aku dan dokter saja. Langsung kelihatan murung. Ia terlihat sedang mengumpulkan berton-ton air mata untuk dikeluarkan dan ia berteriak menangis. Kami lantas terkejut. Apalagi disana ia langsung melempar bantal dan apapun itu ke arah kami.
“Pergi! Cepat pergi!!”
Aku mengerti masalah ini. Ia pasti sangat menginginkan orangtuanya datang. Aku paham masalahnya. Selama dua bulan koma. Aku pernah dengar seseorang berbicara tentang masalah kekeluargaan yang selama ini menimpa hidup annisa. Yang mungkin bisa jadi itulah alasan kenapa annisa memilih bunuh diri terjun dari atas atap. Selama ini ia tinggal bersama ibunya. Yang cuma enam bulan sekali pulang ke rumah. Ayahnya sudah lama meninggal. Sebelum aku pindah. Ia sudah terkenal dengan rumor rumah tangganya. Ia bukanlah anak sah dari ibunya yang sekarang. Ia adalah anak hasil perselingkuhan ayahnya dengan wanita lain. Sejak kecil ia sudah terbiasa dengan sebutan anak haram di telinga. Padahal setahuku tidak ada yang namanya anak haram. Semua anak yang baru dilahirkan itu suci. Jadi mungkin annisa merasa ibunya yang sekarang sengaja melupakan dirinya dengan cara memisah jarak. Karena sudah dari jarak waktunya yang sudah makin jarang pulang ke rumah. Ditambah lagi masalahnya dengan senior kelas tigakatnya ia pernah dituduh menjadi faktor siswi senior itu diputusi oleh pacarnya. Terlalu banyak lelaki yang mengaguminya sampai-sampai hal seperti ini sering terjadi dalam hidupnya.
“Pergi!! Cepat pergii!!” ia terus-terusan melempar benda sekelilingnya sampai kamar ini tak ubahnya kapal pecah.
“Nisa… Kamu itu punya Allah… Kamu gak perlu denger apa kata orang… Jadilah kamu yang kami kagumi!..”
“Berisik!! Pergi sana!! Pergi!! Kamu gak tau apa apa! Kamu hanya anak baru!”
“Lalu kalo begitu sekarang kamu mau apa?! Mau semua orang makin tahu masalah kamu?! Jalan itu terlalu buruk untuk kamu jadikan solusi! Seenggaknya kamu gak punya orangtua yang mempedulikanmu, tapi kamu masih punya Allah… Aku.. Dan teman sekelasmu… Kamu pikir apa yang kamu tahu tentang kekhawatiran kami? Menunggumu selama dua bulan dengan kondisi tak berdaya seperti itu.. Yang membuat kami makin putus asa. Kau pikir siapa yang menjengukmu setiap hari… Yang tiap esok paginya teman-teman sekelas satu persatu mengerubungiku menanyakan bagaimana kabarmu… Merawatmu secara bergantian. Juga sempat-sempatnya menggantikan bunga yang layu itu dengan yang baru. Agar kamu bisa merasakan kehadiran kami disini…!”
Sepanjang perjalanan mulutku mengatakan hal panjang itu. Aku dilempari benda-benda sampai aku terus melangkah mundur ke belakang. Dan terus sampai aku berdiri tepat di dekat pintu keluar.
“Allah menyayangimu nisa… Dengan dilimpahkannya masalah ini. Adalah bukti Allah mencintaimu. Nabi muhammad contohnya. Setiap orang pasti punya permasalahan dalam hidupnya nis sampai nabi yunus yang meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah. Beliau hampir putus asa dengan kaumnya itu karena ketidak mauan mereka dalam beriman kepada Allah. Juga contoh kecilnya aku. Sampai aku selalu berpikir kok Allah memberikanku hal ini… Kenapa tidak yang itu yang menurutku itu lebih bagus bagiku. Tapi kenyataan Allah lebih tahu dampak dari itu semua nantinya. Allah memberi apa yang tidak kita inginkan itu sebenarnya apa yang kita butuhkan. Dibanding apa yang sangat kita inginkan itu yang disana bisa jadi mengundang banyak mudharat buat hidup kita. Allah maha mengetahui.
“Allah ingin melihat seberapa kuat kita menghadapi ini nis… Dengan melihat itu semua… Allah akan tau dimana dari kita yang sanggup bertahan dalam mencintai Allah.”
“Pergi!!”
Ia melempar bantal itu mengarahku. Tapi tanganku lebih cepat dari lemparan bantalnya itu langsung kugunakan untuk menutup pintu. Aku ke luar dari kamar vip itu.
Annisa langsung menjatuhkan tubuhnya sampai ia benar-benar terduduk di atas lantai. Dalam keadaan menangis.
Ia terlihat sangat kacau. Sampai anak-anak rambutnya berkeluaran banyak dari kerudung yang miring.
Berjam-jam ia terduduk menelungkup. Melamun. Dengan air mata yang kian tersapu angin dan hilang. Ia perlahan dibuat tenang oleh udara dingin yang datang dari jendela yang terbuka. Matanya kini beralih pada vas berisi bunga yang masih segar. Yang ia tahu itu adalah bunga kesukaannya. Tak sengaja sebuah ponsel yang benar-benar mirip dengan miliknya terlihat menyala layarnya. Itu benar-benar miliknya ketika tak sengaja ia melihat wallpaper foto ia dan teman-temannya terhalang oleh sebuah pesan dari ibunya. Yang lantas langsung memacu tangannya untuk cepat-cepat membuka isi pesan itu.
“Sebelumnya mama minta maaf ya sayang… Sudah hampir pertengahan bulan lagi tapi mama belum bisa pulang ke rumah. Mama sebenarnya disini sedang sakit cancer. Selama ini mama sedang melawan penyakit ini sendirian kecuali dengan asisten kerja mama. Mama rindu sekali denganmu nak… Tiap kali melihat video kirimanmu waktu itu mama ingin menangis. Apalagi mengetahui kalau sebenarnya kamu itu… Bukan anak mama. Sebelumnya mama ingin memberitahu rahasia besar ini kepadamu. Tapi mama nggak sanggup dear… Mama selalu menghindar. Kamu terlalu baik dan terlalu dekat untuk tidak menjadi anak mama… Maafkan mama ya yang tidak bisa melahirkan kamu dari rahim mama… Maafin mama yang tidak bisa setangguh ibu kandungmu ketika melahirkanmu… Mama rindu padamu nak… Tetap jadi anak baik ya… Mama sayang kamu… Big love for annisa from london. Salam rindu mama.”
Ponselnya ia lupakan secepat itu. Air matanya kini berluapan lagi menggenangi diri. Kini ia merasa sangat malu dengan dirinya. Dengan Allah. Dengan kecerobohannya. Dan dengan semua kesalahpahaman yang selama ini ia persepsikan sendiri.
Cerpen Karangan: Azzahra
Blog: pengelanaratusanbintang.blogspot.com
Terkadang aku suka membandingkan hidupku dengan orang. Dan malah suka menyalahkan keadaan. Padahal tak seharusnya aku merasa seperti itu. Diusiaku yang ke delapan belas aku mulai diajarkan oleh Allah sebuah hikmah. Tentang hidup ini. Kala itu aku pindah sekolah ke salah satu sekolah menengah swasta kebetulan juga aku baru pindah rumah saat itu. Pertama kali aku bersekolah disana aku menemukan banyak orang asing yang saling menanyakan namaku. Termasuk gadis yang pertama kali mengajakku berbicara. Yang disana ia duduk tepat di depan kursiku. Gadis ini bernama annisa. Ia baik dan cantik. Beberapa kali aku sempat meminjam buku catatan miliknya yang nantinya aku salin ke bukuku. Aku juga minta diajari tentang soal-soal matematika yang banyak tak kumengerti. Aku selalu menempel dengannya sampai-sampai aku jadi orang terdekatnya kala itu. Kini aku jadi tahu banyak hal tentangnya. Ia bukan hanya cantik. Tapi ia sopan. Baik. Lembut. Ramah. Mudah dikenal. Aktif berorganisasi. Sholehah. Pandai. Disukai banyak orang juga pendiam.
Apalagi yang kutau ada beberapa kakak kelas suka kepadanya. Tapi annisa tak menghiraukannya malah ia tak mempedulikannya. Ia suka melengos saja ketika digoda oleh mereka. Banyak siswi yang iri dengannya. Makin lama berada dekat dengannya dalam hati aku juga sedikit menyimpan perasaan demikian terhadapnya. Aku diam-diam iri dengan kehidupannya yang menurutku sempurna. Dengar-dengar dia juga anak dari konglomerat kaya di jakarta. Rasanya wajar saja banyak orang yang ingin hidup seperti dirinya.
Tiba tiba aku berteriak melengking dari kejauhan. Ketika orang yang kukenali sepanjang hari itu melompat dari atap sekolah dan terjun ke bawah. Ia bunuh diri.
Aku menganga setelah meneriakkan namanya barusan. Tak habis pikir. Aku hampir gontai dan tak bisa bernapas. Sampai mengerjap pun aku tidak mampu. Aku terlalu panik.
Tubuhku jatuh. Aku terduduk membentuk huruf w.
Kenapa hal ini harus di depan mataku…!
“Ni—sa”
Dia gadis sholehah… Bukankah kata orang dia seperti itu? Tapi kenapa dia memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara seperti ini… Kenapa ya rabb…
Padahal hamba adalah orang terdekatnya.. Orang yang selalu mengaguminya dan selalu mengaguminya… Bahkan aku ingin seperti dirinya… Berada di posisi seperti dirinya… Yang menurutku itu adalah sebuah kesempurnaan…
Ia koma..
Dua bulan aku rutin menjenguknya di rumah sakit. Membawakannya sebuket bunga titipan wakil ketua kelas. Agar nantinya aku ganti bunga lama yang ada di vas dengan bunga yang baru. Aku juga rutin membacakannya beberapa surat alquran. Aku sering menghabiskan waktu soreku di rumah sakit. Aku setia menunggunya yang lama terbaring disana. Yang kuharap aku bisa melihatnya lagi dalam keadaan sehat dan kita dapat berbincang lagi seperti halnya dulu.
Ini yang kedua kalinya aku menitikkan air mata disebabkan terjemah ayat alquran ini tak sengaja kubaca ketika sejak tadi aku sedang bertilawah barusan. Tiba tiba muncul sebuah pergerakan dari tangan dan ujung kakinya.
Tangan yang dililitkan infusan itu bergerak perlahan dan seperti sedang mencari sesuatu. Aku yang melihatnya lantas panik. Aku langsung pergi ke luar ruangan dan menculik sang dokter dari ruangan pasien lain. Dan kembali masuk ke kamar annisa.
Ia sadar dari komanya. Aku sangat bersyukur dan bahagia melihat ini. Kedua matanya yang tadinya terpejam kini membuka. Ia yang akhirnya melihat disana hanya ada aku dan dokter saja. Langsung kelihatan murung. Ia terlihat sedang mengumpulkan berton-ton air mata untuk dikeluarkan dan ia berteriak menangis. Kami lantas terkejut. Apalagi disana ia langsung melempar bantal dan apapun itu ke arah kami.
“Pergi! Cepat pergi!!”
Aku mengerti masalah ini. Ia pasti sangat menginginkan orangtuanya datang. Aku paham masalahnya. Selama dua bulan koma. Aku pernah dengar seseorang berbicara tentang masalah kekeluargaan yang selama ini menimpa hidup annisa. Yang mungkin bisa jadi itulah alasan kenapa annisa memilih bunuh diri terjun dari atas atap. Selama ini ia tinggal bersama ibunya. Yang cuma enam bulan sekali pulang ke rumah. Ayahnya sudah lama meninggal. Sebelum aku pindah. Ia sudah terkenal dengan rumor rumah tangganya. Ia bukanlah anak sah dari ibunya yang sekarang. Ia adalah anak hasil perselingkuhan ayahnya dengan wanita lain. Sejak kecil ia sudah terbiasa dengan sebutan anak haram di telinga. Padahal setahuku tidak ada yang namanya anak haram. Semua anak yang baru dilahirkan itu suci. Jadi mungkin annisa merasa ibunya yang sekarang sengaja melupakan dirinya dengan cara memisah jarak. Karena sudah dari jarak waktunya yang sudah makin jarang pulang ke rumah. Ditambah lagi masalahnya dengan senior kelas tigakatnya ia pernah dituduh menjadi faktor siswi senior itu diputusi oleh pacarnya. Terlalu banyak lelaki yang mengaguminya sampai-sampai hal seperti ini sering terjadi dalam hidupnya.
“Pergi!! Cepat pergii!!” ia terus-terusan melempar benda sekelilingnya sampai kamar ini tak ubahnya kapal pecah.
“Nisa… Kamu itu punya Allah… Kamu gak perlu denger apa kata orang… Jadilah kamu yang kami kagumi!..”
“Berisik!! Pergi sana!! Pergi!! Kamu gak tau apa apa! Kamu hanya anak baru!”
“Lalu kalo begitu sekarang kamu mau apa?! Mau semua orang makin tahu masalah kamu?! Jalan itu terlalu buruk untuk kamu jadikan solusi! Seenggaknya kamu gak punya orangtua yang mempedulikanmu, tapi kamu masih punya Allah… Aku.. Dan teman sekelasmu… Kamu pikir apa yang kamu tahu tentang kekhawatiran kami? Menunggumu selama dua bulan dengan kondisi tak berdaya seperti itu.. Yang membuat kami makin putus asa. Kau pikir siapa yang menjengukmu setiap hari… Yang tiap esok paginya teman-teman sekelas satu persatu mengerubungiku menanyakan bagaimana kabarmu… Merawatmu secara bergantian. Juga sempat-sempatnya menggantikan bunga yang layu itu dengan yang baru. Agar kamu bisa merasakan kehadiran kami disini…!”
Sepanjang perjalanan mulutku mengatakan hal panjang itu. Aku dilempari benda-benda sampai aku terus melangkah mundur ke belakang. Dan terus sampai aku berdiri tepat di dekat pintu keluar.
“Allah menyayangimu nisa… Dengan dilimpahkannya masalah ini. Adalah bukti Allah mencintaimu. Nabi muhammad contohnya. Setiap orang pasti punya permasalahan dalam hidupnya nis sampai nabi yunus yang meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah. Beliau hampir putus asa dengan kaumnya itu karena ketidak mauan mereka dalam beriman kepada Allah. Juga contoh kecilnya aku. Sampai aku selalu berpikir kok Allah memberikanku hal ini… Kenapa tidak yang itu yang menurutku itu lebih bagus bagiku. Tapi kenyataan Allah lebih tahu dampak dari itu semua nantinya. Allah memberi apa yang tidak kita inginkan itu sebenarnya apa yang kita butuhkan. Dibanding apa yang sangat kita inginkan itu yang disana bisa jadi mengundang banyak mudharat buat hidup kita. Allah maha mengetahui.
“Allah ingin melihat seberapa kuat kita menghadapi ini nis… Dengan melihat itu semua… Allah akan tau dimana dari kita yang sanggup bertahan dalam mencintai Allah.”
“Pergi!!”
Ia melempar bantal itu mengarahku. Tapi tanganku lebih cepat dari lemparan bantalnya itu langsung kugunakan untuk menutup pintu. Aku ke luar dari kamar vip itu.
Annisa langsung menjatuhkan tubuhnya sampai ia benar-benar terduduk di atas lantai. Dalam keadaan menangis.
Ia terlihat sangat kacau. Sampai anak-anak rambutnya berkeluaran banyak dari kerudung yang miring.
Berjam-jam ia terduduk menelungkup. Melamun. Dengan air mata yang kian tersapu angin dan hilang. Ia perlahan dibuat tenang oleh udara dingin yang datang dari jendela yang terbuka. Matanya kini beralih pada vas berisi bunga yang masih segar. Yang ia tahu itu adalah bunga kesukaannya. Tak sengaja sebuah ponsel yang benar-benar mirip dengan miliknya terlihat menyala layarnya. Itu benar-benar miliknya ketika tak sengaja ia melihat wallpaper foto ia dan teman-temannya terhalang oleh sebuah pesan dari ibunya. Yang lantas langsung memacu tangannya untuk cepat-cepat membuka isi pesan itu.
“Sebelumnya mama minta maaf ya sayang… Sudah hampir pertengahan bulan lagi tapi mama belum bisa pulang ke rumah. Mama sebenarnya disini sedang sakit cancer. Selama ini mama sedang melawan penyakit ini sendirian kecuali dengan asisten kerja mama. Mama rindu sekali denganmu nak… Tiap kali melihat video kirimanmu waktu itu mama ingin menangis. Apalagi mengetahui kalau sebenarnya kamu itu… Bukan anak mama. Sebelumnya mama ingin memberitahu rahasia besar ini kepadamu. Tapi mama nggak sanggup dear… Mama selalu menghindar. Kamu terlalu baik dan terlalu dekat untuk tidak menjadi anak mama… Maafkan mama ya yang tidak bisa melahirkan kamu dari rahim mama… Maafin mama yang tidak bisa setangguh ibu kandungmu ketika melahirkanmu… Mama rindu padamu nak… Tetap jadi anak baik ya… Mama sayang kamu… Big love for annisa from london. Salam rindu mama.”
Ponselnya ia lupakan secepat itu. Air matanya kini berluapan lagi menggenangi diri. Kini ia merasa sangat malu dengan dirinya. Dengan Allah. Dengan kecerobohannya. Dan dengan semua kesalahpahaman yang selama ini ia persepsikan sendiri.
Cerpen Karangan: Azzahra
Blog: pengelanaratusanbintang.blogspot.com
False Conclusion
4/
5
Oleh
Unknown