The Melancholy Of Aisyah

Baca Juga :
    Judul Cerpen The Melancholy Of Aisyah

    Malang. Nasib seekor kucing jenis persia putih dominan yang sudah beberapa bulan ini kehilangan tubuh gempalnya secara mendadak. Seorang gadis sma nampak tak sengaja melihat kucing itu terus mengendus-endus jalanan atau apapun yang ada di sekitarnya berharap mungkin ada bau ikan yang tercium oleh hidungnya dan lantas ia ikuti, tapi nyatanya sampai ia mengeong-eong pun tak ada satu pun orang yang menyadari maksud raungannya itu atau memberikannya makan.

    Gadis berkacamata besar ini diam-diam mengikuti kucing tak terurus itu dengan lantas mengeluarkan sisa bekal dari dalam tasnya “Meong sini..” panggil sang gadis. Gadis berkerudung ini dengan segera mengalihkan pandang kucing malang itu dengan diulurkannya tangan si gadis dengan sisa-sisa ikan yang masih ada di dalam tempat bekalnya. Gadis ini tersenyum lepas, dengan tangan yang secara halus mengusap-usap kepala kucing.

    Sejak kecil gadis ini sangatlah menyukai kucing atau apapun yang judulnya itu makhluk hidup selain manusia. Seperti tumbuhan atau binatang. Terlebih itu kucing jalanan. Meskipun kelihatannya kadang menjijikan, kotor, bau ataupun cacat, tak dipedulikan. Seperti kejadian waktu lalu yang kala itu gadis ini tak sengaja berpapasan dengan seekor kucing yang matanya hilang satu. Lehernya luka parah. Dan kakinya pincang. Gadis ini hampir ingin menangis melihatnya ketika berjalan di dekatnya. Apalagi kalau tahu semua luka itu timbul dari tangan manusia. Saat itu si kucing dipukul secara hina oleh seorang tukang sayur sampai matanya hampir mau terlepas. Gadis itu menangis dalam hati ketika melihatnya. Tapi ini ekspresi yang cukup muna dimana ia tidak bisa melakukan hal apapun selain menangis sampai tiba di rumah.

    Angin berhembus sejuk. Seorang lelaki tiba tiba muncul tak disadari oleh sang gadis. Ia juga memakai seragam putih abu-abu seperti halnya si gadis. Ia juga memakai sepatu. Tapi ada beberapa hal yang membedakan mereka kala itu. Lelaki ini tinggal tak jauh dari daerah perumahan ini dan ia tak memakai tas. Tujuannya disini juga bukan hanya sekedar lewat saja. Tapi ia sedang mencari-cari sesuatu hal penting yang baru saja hilang dan kini berada tepat di depan matanya. Kucing kesayangan almarhum ibunya. “Momo…” sebut sang lelaki.
    Si gadis langsung tersentak. Seperti halnya melihat hantu. Ketika sadar laki-laki itu lama memperhatikannya ketika mengusap kepala kucing. Bahkan ia melihat si gadis sedang tersenyum. Yang menurut si gadis itu adalah hal paling memalukan. Dalam hidupnya. Tundukan kepala si gadis langsung turun drastis. Si gadis berkacamata tebal ini langsung cepat-cepat bangun dan berbalik pergi. Meninggalkan sang lelaki yang masih. Terpaku memandang bayang-bayang punggung si gadis. Dan karena senyuman manisnya. Dan ketulusan hatinya. Yang dengan karena hal itu ia masih tetap berdiri disana.

    “Serius lo mantan lo udah hampir empat puluhan?! Mwahahaha gokil!”
    Tawa itu menjadi nomor satu paling didengar di kelas. Sania. Ini adalah jam istirahat jadi wajar hanya ada beberapa orang saja di kelas. Dan kelas sempat terdengar sunyi sebelum ini. Disana bukan hanya ada sania saja dan ketiga temannya. Tapi aisyah. Yang duduknya jauh dan paling terabaikan di pojokan sana. Bahkan duduknya ada di paling belakang barisan. Ia biasa menyendiri dengan buku-buku paketnya yang sengaja ia colong dari perpus err.. Maksudnya pinjam. Setahu aisyah sania, meta dan hani adalah teman dekat atau sahabat. Ketiga gadis metropolis itu sudah sahabatan sejak mos beberapa waktu lalu. Itu bagus, dan tidak seperti dirinya yang masih belum bisa berbaur dengan baik. Dengan orang-orang di sekitarnya.
    Tapi ada sedikit hal yang aneh sepanjang pembicaraan ketiga gadis itu ke depan. Mereka jadi lebih sering tertawa membahak sambil melihat aisyah dengan kacamata tebal dan kebesarannya. Yang mungkin menurut mereka itu benar-benar tak pantas dipakai oleh anak seumuran aisyah. Dan untungnya aisyah tidak sadar kala itu.

    Sepanjang obrolan mereka yang kini berpindah tempat ke kantin. Sania dan kedua temannya terlihat sangatlah mencolok mata kaum adam yang sedang berkumpul di kantin sehabis makan. Grup sania terlihat paling gembira dan senang. Malah setelahnya ada beberapa dari lelaki-lelaki itu menggoda sania lewat kerlingan mata. Dan ada juga yang ketika lewat membelai rambut sania dan bahkan mencoleknya juga. Tapi anehnya sania tampak senang dengan hal itu. Malah justru ia semakin bangga dengan kecantikannya. Bahkan setelah itu ia jadi sering memoleskan bedak ke wajahnya. Lalu berulang-ulang lagi.

    “Eh eh ada rian! Rian!”
    Hani memekik pelan pada sania dan temannya. Memberi kode kepada mereka agar cepat-cepat berhias dan membenahkan sedikit rambutnya agar terlihat bagus di depan sang lelaki idaman. Sebut saja itu rian erlangga. Anak baru yang beberapa waktu lalu pindah ke sekolah ini. Bukan hanya sania and the gank saja. Tapi beberapa siswi yang sedang berada di kantin dan melihat rian ada disana juga sibuk berhias diri.

    Rian tersenyum menyapa teman-teman lelakinya yang sedang berkumpul ramai hingga saatnya ia meletakkan makanan dan minumannya ke atas meja. Dan ikut nimbrung juga dengan beberapa temannya itu. “Hahaha sania lu demenin. Cewek kayak gitu mah expert level… Maenannya ama cowok tajir men.. Keren. Mapan. Maco.. Kuul.. Pokoknya kit amah telak!”. “Iye bro.. Boro-boro mau ngempanin cewek begituan yang makanannnya aja make up, bedak, lipstick, mascara…Yaelah”. “Tapi bro.. Cewek sekarang mah emang rata-rata begitu lah… Cabe semua”.
    Rian menahan tawa. Meski aslinya ia sedang makan.
    Aisyah yang tiba tiba muncul di kantin untuk membeli air. Lantas malah jadi korban pengalihan pembicaraan lelaki-lelaki jones ini ketika sedang berjejeran di depan meja kantin. Dan salah satunya ada yang berpangku tangan contohnya. “Tuh cewek pake kacamata gede amat… Punya bapaknya kali ya… Mana tebel… Itu lensa apa pantat gelas” semua temannya langsung tertawa heboh. Kecuali rian.

    Malah rian langsung tersedak ketika melihat gadis yang dimaksud temannya itu adalah aisyah. Gadis yang secara tak sengaja mempertemukannya dengan kucing almarhum ibunya. Yang ia kira saat itu ia hampir putus asa mencari kucing amanat ibunya itu. Ia langsung cepat-cepat mencari gelas miliknya dan langsung ia minum. “Gue yakin orang kayak begituan mah gak pernah ngerasain pacaran..”
    “Tapi dia agamis banget bro… Busetdah solatnya juga getol… Jadi anak mesjid dia tiap hari di sekolahan.. Bolak-balik, bolak-balik.. Ampe puyeng gua ngeliatnya… Tipe tipe cewek solehah gitu mah mana demen pacaran…”
    “Iya ya.. Gimana mau laku ya”
    Aisyah yang diam-diam mendengar pembicaraan lelaki ggs yang bertebaran disana. Langsung melengos pergi dengan kemurungannya. Semestinya aku tak pernah mendengar perkataan itu keluar. Semestinya aku tidak pergi ke kantin hari ini.
    Kadang ada banyak hal yang tak kumengerti… Tentang masa depanku, jodoh, rezeki dan bagaimana aku menjalani hidupku setelah ini. Dan yang kutahu sekarang. Waktu berjalan begitu cepat. Seperti datangnya angin. Hey… Apa salah aku hanya mengingat akhirat saja?.. Dibanding dunia… Bukankah kata umar bin khattab carilah akhirat dan dunia akan menyertainya?.

    Dibawah naungan pohon. Aisyah terpaku melihat pemandangan langit biru di depannya yang menghampar luas dan kerap mengingatkannya pada masa-masa yang lalu. Saat kecil ia selalu menggambarkan kehidupan surga seperti yang selalu didongengkan oleh almarhum ayahnya. Istana putih, mahkota emas, berlian, sungai-sungai, sidratul muntaha, pepohonan aneh, malaikat bersayap dan bidadari.
    Kapan halnya aku bisa kesana… Ayah…
    Mengapa ayah mendahuluiku?
    Butiran air mata keluar tanpa sadar mengaliri pipinya. Aisyah termenung dengan pandangan yang tak sedikit pun ia alihkan dari atas langit. Kemurungannya hari itu benar-benar tak terelakkan lagi. Apa mungkin ada yang salah dari caraku memilih jalan hidup. Apa dengan begini aku tidak bisa mempunyai calon pendamping? Apa yang dikatakan oleh mereka ada benarnya?. Bukankah allah menyuruh wanita untuk beriman kepada allah, menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan… Lalu ia bebas masuk surga lewat pintu manapun.

    Sejak hari itu sepulang sekolah aisyah jadi lebih sering termenung di dekat danau lalu menangis. Tapi untungnya disana ia selalu ditemani oleh kucing yang tiba-tiba datang entah dari mana. Mungkin kucing yang biasa mencari makan di danau ini. Kucing ini berwarna putih dominan persis seperti yang waktu itu ia temui di sebuah perumahan yang ternyata itu adalah kucing kepunyaan teman sekolahnya. Pertama kali kucing ini datang malah punggung tangan aisyah diciumi lalu minta dibelai. Aisyah tertawa kecil disela air matanya. Lalu ia turuti apa yang kucing itu inginkan.

    “Bagaimana cara membuat kucing nurut sama kamu?…”
    Aisyah langsung tersontak disana ada rian. Ia langsung cepat-cepat bangun. Mundur beberapa langkah dan menunduk. Dengan tanpa melupakan air matanya yang bersisa dengan punggung tangan.
    “J—jadi itu milikmu..? M-maaf”
    “O..Oh nggak.. Nggak apa-apa… Y-y—ya gue seneng momo punya temen… Oh iya namanya momo.. Dia kucing almarhum nyokap gue..”
    Aisyah mulai rusuh dalam hati. Ia harus cepat-cepat pergi. Atau setelah ini akan timbul fitnah. “K-kucing ini kurang d—diperhatikan.. Ka-kasih dia makan yang sering… Se-sebaiknya jangan biarkan dia terlalu lama dikurung.. Di-dibebasin aja… Ya-ya udah assalamualaikum…”
    Aisyah melangkah pergi secepat mungkin. “Waalaikumsalam”
    “Ehh aisyah! Namamu aisyah ya?!” ia berteriak.
    Aisyah melengos sebentar ketika berjalan. Tapi jalannya terlalu cepat ia bahkan tak sempat menyautnya. Bahkan ekspresinya seperti seseorang yang sedang berlari dari bahaya. “Maaf…”
    Ia sengaja menghindarinya…

    “Nama yang bagus… Aisyah”
    Aku tak tahu gaya hidup mana yang paling benar menurut orang tapi menurutku yang disana selalu ada allah dan sesuai dengan aturannya. Itulah yang terbaik. Aku tidak peduli jika aku harus tetap dalam keadaan seperti ini sampai akhir. Aku tidak peduli banyak orang memperhatikanku. Aku tidak peduli mereka meremehkanku. Aku hanya harus yakin dengan allah. Aku harus percaya kepadanya bahwa allah tidak akan pernah meninggalkanku sendirian. Sebagaimana dia telah menciptakan manusia itu berpasang-pasangan.

    Cerpen Karangan: Azzahra
    Blog: pengelanaratusanbintang.blogspot.com

    Artikel Terkait

    The Melancholy Of Aisyah
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email