Judul Cerpen Prince, Where Are You?
Teng… teng… teng… bunyi lonceng sekolah terdengar menandakan berakhirnya kegiatan belajar mengajar hari ini. Semua anak bersiap untuk ke luar kelas dan kembali ke rumah masing-masing. Tak terkecuali aku yang sibuk mengemasi peralatan sekolah. Saat ada di koridor kelas, Rena menghampiriku.
“Hai, Dila mau pulang bareng enggak?” tanyanya.
“Enggak aja dulu deh Ren, soalnya aku mau ke taman dulu baca ini!” jawabku sambil memperlihatkan novel baru aku pinjam di perpustakaan tadi yang ada di tanganku.
“Oh ya udah kalau gitu aku pulang duluan ya!” jawabnya dan pergi meninggalkanku.
“Ok” seruku
Rena adalah sahabatku dari kecil, tapi kita beda kelas. Tetapi hal itu tidak menjadi masalah bagi kami untuk terus bersahabat. Tidak biasanya aku mengunjungi taman dekat sekolah kira-kira satu kilometer jaraknya. Saat aku sampai di taman, aku langsung mencari tempat yang kuanggap cocok untuk menikmati novel pilihanku ini. Tempat duduk di bawah rindangnya pohon dan pemandangan kolam ikan ditambah indahnya bunga-bunga taman menari adalah tempat yang pas untukku. Aku pun meletakkan tasku di bangku dan mulai membuka halaman depan novel lalu aku mulai membacanya.
Tak terasa aku sudah membaca hampir empat bab, aku melihat jam tanganku menunjukkan pukul 16:00. Saat aku mulai lelah membaca, aku melihat pemandangan di sekelilingku, aku terpusat kepada seorang cowok yang sedang membaca novel dan sedang mendengarkan lagu melalui earphonenya. Dia berkulit putih, tinggi dan tampan. Dia juga masih memakai seragam sekolahnya. Dia terlihat sangat asyik dengan dunianya. Aku menatap dia, ada rasa kagum di diriku terhadapnya karena masih ada seorang cowok yang tampan bagaikan pangeran yang duduk seorang diri di taman dan membaca buku, tidak seperti kebanyakan cowok lain yang sibuk dengan msasa remajanya seperti hangout bareng, ngegame, atau yang lainnya.
Tit… tit… suara jam tanganku membuyarkan lamunanku. Aku memasukkan novelku ke dalam tas. Dan bersiap meninggalkan taman dan juga cowok yang aku beri nama pangeran.
Dia membawa perubahan untukku membuat hari-hariku berwarna.
“Dil, mau nganterin aku ke toko buku enggak?” tanya Rena.
“Sorry ni Ren, bukannya aku enggak mau tapi aku ingin ke taman, ini masih ada tujuh bab lagi!”
“Ya udah deh, kalau gitu aku bareng sampai gerbang ya!”
“Ok, Ren”
Aku pun berpisah dengan Rena di gerbang depan sekolah. Akhirnya aku sampai di taman itu, begitulah yang kulakukan selama tiga hari ini. Walaupun aku membawa dan kuletakkan di depan mata, aku sama sekali tidak membacanya namun melihat wajah tampan pangeran. Hal yang dia lakukan tetaplah sama yaitu membaca novel dan mendengarkan musik dari earphonenya. Entah namanya siapa, rumahnya dimana, aku mengaguminya.
Hingga pada hari yang ke empat, aku tetap mengunjungi taman itu namun tujuannya masih sama yaitu melihat wajah tampan pangeran. Namun, jam tangan telah menunjukkannpukul 16.30, dia belum juga muncul.
“Mungkin sepuluh menit lagi?” tanyaku dalam hati.
Setelah sepuluh menit berlalu, dia tak kunjung datang. Karena langit sudah mendung, aku pun pulang ke rumah dengan perasaan kecewa.
Keesokannya sepulang sekolah, aku tidak lupa mengunjungi taman itu, namun lagi-lagi aku tidak menemukan pangeran. Sudah hampir dua minggu aku tidak melihatnya. Kemanakah dia? Apakah dia sibuk? aku tiba-tiba menjadi sedih dibuatnya.
“Dil, masa sih kamu belum selesai baca novelnya biasanya enggak sampai selama ini?” tanya Rena penasaran.
“iya, nih Ren aku ketiduran jadi lupa baca lagian banyak banget PR nya!” ucapku meyakinkan Rena.
“Ya ampun Rena aku sampai lupa” batinku.
Aku sangat penasaran mengapa dia tidak pernah ke taman lagi.
“Kayaknya aku pernah ngelihat seragam dia deh? tapi sekolah mana ya?” tanyaku sambil mengingat.
“Oh, SMP N 1 Nusa Bangsa” seruku keras.
Untunglah, aku mempunyai teman yang juga satu sekolah dengan pangeran yaitu Naya.
Karena rasa ingin tahuku yang sangat besar, aku pun pergi ke rumah Naya. Sore nanti, aku ingin bertanya tentang pangeran kepada Naya.
“Nay, aku boleh nanya enggak?” tanyaku.
“Boleh dong Dil” jawabnya ramah.
“Di sekolah kamu ada cowok pake earphone dan kayaknya hobi banget baca buku!”
“Cowok yang pake earphone sama baca buku?” tanyanya meyakinkan.
Aku pun mengangguk.
“Ada, tapi ada tiga kayaknya ada Randy IX A, Arief IX B sama Damar IX A” jelasnya.
“kalau Randy gimana?” tanyaku
“kalau Randy itu cakep, putih, pakai kacamata”
“Yang aku cari enggak pakai kacamata, Nay!”
“berarti tinggal Arief sama Damar nih, coba sebutin lagi!”
“Dia pakai tas warnanya hitam, tinggi, pakai jam tangan”
“Kalau Arief pakai tas warnanya merah marun”
“Berarti… ”
“Damar” seruku dan Naya bersama.
“Dia satu kelas sama aku emang dia pendiam, tapi dia pinter dan baik banget”
Aku hanya tersenyum.
“Tapi dia sekarang udah pindah ke Jogja”
Seketika aku terdiam. Semua sudah terungkap mengapa dia tidak pernah ke taman lagi. Dan aku tidak bisa lagi melihat dia duduk di taman itu lagi. Tapi aku tetap mengaguminya. Dan aku akan selalu menuggumu kembali pangeran, Damar.
Cerpen Karangan: Lusiana Adela Nugraheni
Facebook: Lusiana Adela N
Teng… teng… teng… bunyi lonceng sekolah terdengar menandakan berakhirnya kegiatan belajar mengajar hari ini. Semua anak bersiap untuk ke luar kelas dan kembali ke rumah masing-masing. Tak terkecuali aku yang sibuk mengemasi peralatan sekolah. Saat ada di koridor kelas, Rena menghampiriku.
“Hai, Dila mau pulang bareng enggak?” tanyanya.
“Enggak aja dulu deh Ren, soalnya aku mau ke taman dulu baca ini!” jawabku sambil memperlihatkan novel baru aku pinjam di perpustakaan tadi yang ada di tanganku.
“Oh ya udah kalau gitu aku pulang duluan ya!” jawabnya dan pergi meninggalkanku.
“Ok” seruku
Rena adalah sahabatku dari kecil, tapi kita beda kelas. Tetapi hal itu tidak menjadi masalah bagi kami untuk terus bersahabat. Tidak biasanya aku mengunjungi taman dekat sekolah kira-kira satu kilometer jaraknya. Saat aku sampai di taman, aku langsung mencari tempat yang kuanggap cocok untuk menikmati novel pilihanku ini. Tempat duduk di bawah rindangnya pohon dan pemandangan kolam ikan ditambah indahnya bunga-bunga taman menari adalah tempat yang pas untukku. Aku pun meletakkan tasku di bangku dan mulai membuka halaman depan novel lalu aku mulai membacanya.
Tak terasa aku sudah membaca hampir empat bab, aku melihat jam tanganku menunjukkan pukul 16:00. Saat aku mulai lelah membaca, aku melihat pemandangan di sekelilingku, aku terpusat kepada seorang cowok yang sedang membaca novel dan sedang mendengarkan lagu melalui earphonenya. Dia berkulit putih, tinggi dan tampan. Dia juga masih memakai seragam sekolahnya. Dia terlihat sangat asyik dengan dunianya. Aku menatap dia, ada rasa kagum di diriku terhadapnya karena masih ada seorang cowok yang tampan bagaikan pangeran yang duduk seorang diri di taman dan membaca buku, tidak seperti kebanyakan cowok lain yang sibuk dengan msasa remajanya seperti hangout bareng, ngegame, atau yang lainnya.
Tit… tit… suara jam tanganku membuyarkan lamunanku. Aku memasukkan novelku ke dalam tas. Dan bersiap meninggalkan taman dan juga cowok yang aku beri nama pangeran.
Dia membawa perubahan untukku membuat hari-hariku berwarna.
“Dil, mau nganterin aku ke toko buku enggak?” tanya Rena.
“Sorry ni Ren, bukannya aku enggak mau tapi aku ingin ke taman, ini masih ada tujuh bab lagi!”
“Ya udah deh, kalau gitu aku bareng sampai gerbang ya!”
“Ok, Ren”
Aku pun berpisah dengan Rena di gerbang depan sekolah. Akhirnya aku sampai di taman itu, begitulah yang kulakukan selama tiga hari ini. Walaupun aku membawa dan kuletakkan di depan mata, aku sama sekali tidak membacanya namun melihat wajah tampan pangeran. Hal yang dia lakukan tetaplah sama yaitu membaca novel dan mendengarkan musik dari earphonenya. Entah namanya siapa, rumahnya dimana, aku mengaguminya.
Hingga pada hari yang ke empat, aku tetap mengunjungi taman itu namun tujuannya masih sama yaitu melihat wajah tampan pangeran. Namun, jam tangan telah menunjukkannpukul 16.30, dia belum juga muncul.
“Mungkin sepuluh menit lagi?” tanyaku dalam hati.
Setelah sepuluh menit berlalu, dia tak kunjung datang. Karena langit sudah mendung, aku pun pulang ke rumah dengan perasaan kecewa.
Keesokannya sepulang sekolah, aku tidak lupa mengunjungi taman itu, namun lagi-lagi aku tidak menemukan pangeran. Sudah hampir dua minggu aku tidak melihatnya. Kemanakah dia? Apakah dia sibuk? aku tiba-tiba menjadi sedih dibuatnya.
“Dil, masa sih kamu belum selesai baca novelnya biasanya enggak sampai selama ini?” tanya Rena penasaran.
“iya, nih Ren aku ketiduran jadi lupa baca lagian banyak banget PR nya!” ucapku meyakinkan Rena.
“Ya ampun Rena aku sampai lupa” batinku.
Aku sangat penasaran mengapa dia tidak pernah ke taman lagi.
“Kayaknya aku pernah ngelihat seragam dia deh? tapi sekolah mana ya?” tanyaku sambil mengingat.
“Oh, SMP N 1 Nusa Bangsa” seruku keras.
Untunglah, aku mempunyai teman yang juga satu sekolah dengan pangeran yaitu Naya.
Karena rasa ingin tahuku yang sangat besar, aku pun pergi ke rumah Naya. Sore nanti, aku ingin bertanya tentang pangeran kepada Naya.
“Nay, aku boleh nanya enggak?” tanyaku.
“Boleh dong Dil” jawabnya ramah.
“Di sekolah kamu ada cowok pake earphone dan kayaknya hobi banget baca buku!”
“Cowok yang pake earphone sama baca buku?” tanyanya meyakinkan.
Aku pun mengangguk.
“Ada, tapi ada tiga kayaknya ada Randy IX A, Arief IX B sama Damar IX A” jelasnya.
“kalau Randy gimana?” tanyaku
“kalau Randy itu cakep, putih, pakai kacamata”
“Yang aku cari enggak pakai kacamata, Nay!”
“berarti tinggal Arief sama Damar nih, coba sebutin lagi!”
“Dia pakai tas warnanya hitam, tinggi, pakai jam tangan”
“Kalau Arief pakai tas warnanya merah marun”
“Berarti… ”
“Damar” seruku dan Naya bersama.
“Dia satu kelas sama aku emang dia pendiam, tapi dia pinter dan baik banget”
Aku hanya tersenyum.
“Tapi dia sekarang udah pindah ke Jogja”
Seketika aku terdiam. Semua sudah terungkap mengapa dia tidak pernah ke taman lagi. Dan aku tidak bisa lagi melihat dia duduk di taman itu lagi. Tapi aku tetap mengaguminya. Dan aku akan selalu menuggumu kembali pangeran, Damar.
Cerpen Karangan: Lusiana Adela Nugraheni
Facebook: Lusiana Adela N
Prince, Where Are You?
4/
5
Oleh
Unknown